Begitu, misalnya, dia kelihatan tidak suka pada Islam dan umat Islam, langsung ketahuan. Dan dia pastilah berhadapan dengan blok kekuatan yang selalu diperhitungkan itu. Diperhitungkan oleh semua presiden sejak awal NKRI berdiri.
Andaikata Jokowi memiliki kapabilitas dan kapasitas nasional, beliau seharusnya tidak berada pada posisi berhadap-hadapan dengan umat Islam seperti sekarang ini. Anda boleh saja mempertanyakan ‘umat Islam yang mana’? Dan saya cukup mengatakan silakan saja dirasakan sendiri. Ada atau tidak, besar atau tidak, resistensi umat Islam terhadap Jokowi?
Lantas, apakah problem yang ada ini semata karena ‘politik Islam’ Jokowi yang tidak akurat? Sebagian memang iya. Tapi, secara semetris, ‘politik Islam’ yang keliru itu berkombinasi dengan blunder-blunder di bidang ekonomi dan pembangnunan fisik. Dampak dari blunder di kedua bidang ini dirasakan langsung oleh umat Islam sebagai komponen terbesar.
Banyak orang yang tahu bahwa Jokowi tidak memiliki kemampuan ‘national leadership’ (kemimpinan nasional) itu. Tak punya kemampuan untuk memimpin negara. Luhut Binsar Pandjaitan tahu. Megawati tahu. Hendropriyono sangat paham. Begitu juga Surya Paloh, Wiranto, dll. Mereka ini adalah para pemain yang berpengalaman.
Bahkan, menurut pengamatan banyak orang, mereka itu bukan sekadar tahu Jokowi tak punya kemampuan. Mereka, kata para pengamat, ikut mempromosikan Jokowi yang tidak berkompetensi itu. Tujuannya, supaya Jokowi menjadi bergantung kepada mereka. Supaya mereka bisa punya kesempatan untuk ‘membantu’ Jokowi.
Luhut, sebagai contoh, membantu Jokowi dengan menjadikan dirinya sebagai ‘relawan’ semua isu. Semua job. Kata orang, ‘menteri semua urusan’. Apa saja urusan diserahkan kepada Luhut. Pemain-pemain lainnya itu ‘membantu’ Jokowi dengan cara masing-masing.