Asyari Usman: Kuat Dugaan Dirjenbud Hilmar Farid Ingin Memutihkan PKI?

Masih di video 2011 itu, Hilmar mengatakan para penguasa Orde Baru merekayasa peristiwa sadis yang dilakukan oleh PKI pada 30 September 1965. Menurut Hilmar, landasan Orde Baru untuk berkuasa ialah dengan menginjak PKI.

Meskipun sudah 10 tahun berlalu, video ini bagus untuk disimak agar Anda tahu persis tentang pikiran Hilmar Farid. Menurut hemat saya, dia punya agenda jangka panjang untuk membersihkan nama PKI dari perbuatan keji dan kejam yang mereka lakukan terhadap para jenderal AD dan para ulama serta umat Islam pada umumnya.

Sekali lagi, saya yakin penghapusan nama KH Hasyim Asy’ari dari KSI Jillid 1 bukan kealpaan sebagaimana dikatakan oleh Hilmar. Tidak mungkin. Yang terjadi adalah penghapusan ketahuan, Hilmar pun membuat-buat alasan.

Jadi, memang luar biasa dahsyat misi PKI untuk bangkit kembali. Didukung oleh banyak pihak. Ada parpol besar yang menampung dan menyokong mereka. Ada HF, sejawaran, yang juga mendukung.

Sejak 2015, pria yang bernama lengkap Hilmar Farid Setiadi ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud. Posisi ini sangat strategis. Sebab, Dirjenbud berwenang mengelola, mengolah, dan menerbitkan buku sejarah. KSI Jilid 1 termasuk dibidani oleh HF.

Di bagian awal tadi, saya katakan bahwa Hilmar tak salah kalau disebut ingin memutihkan PKI. Nah, mengapa dia pantas disebut ingin memutihkan PKI? Salah satu indikasinya adalah tesis doktor (PhD) yang dia tulis di National University of Singapore (NUS), Mei 2014. Judul tesis itu “Rewriting the Nation: Pramoedya and the Politics of Decolonization”.

Tanpa membaca tuntas isi tesis ini, judulnya jelas membela gerakan kiri Indonesia. “Rewriting the Nation” lebih kurang bermakna menuliskan kembali sejarah bangsa (Indonesia). Kemudian, “Pramoedya” adalah nama tokoh gerakan kiri yang dinisbatkan sebagai pendukung PKI.

Dalam tesis ini, Hilmar menukilkan kekaguman dan pujiannya pada kemampuan Pramoedya Ananta Toer dalam menuliskan sejarah versi Indonesia, bukan versi Belanda. Bagi HF, tidak ada penulis Indonesia yang bisa melakukan itu sebaik Pramoedya.

Di dalam tesis ini, Hilmar memuji kehebatan perlawanan intelektual orang-orang yang disebutnya dari pergerakan kiri terhadap penjajah Belanda. Dia sebut penulis pergerakan seperti Marco Kartodikromo (1890-1935), Semaoen (1899-1971), dan Muso (1897-1948). Hilmar tidak menyebutkan mereka anggota atau aktivis komunis (PKI). Dia hanya menyebut mereka itu bagian dari “penulis pergerakan radikal”.

Tetapi, Hilmar Farid ada menyebutkan tentang Partai Komunis (tanpa kata “Indonesia” di belakangnya) yang membentuk komisi bahan bacaan. Yang menerbitkan tulisan-tulisan propaganda untuk melawan Balai Poestaka (BP). Waktu itu, BP memang menjadi mesin propaganda penjajah.

Jadi, Hilmar bukan orang sembarangan. Dia adalah seorang ideolog kiri. Tepatnya ideolog kebudayaan. Kehadirannya di Kemendikbud bukan hadiah atas dukungannya untuk Jokowi. Meskipun sebelumnya dia sempat menjadi komisaris di PT Krakatau Steel. Dia bisa dipastikan sebagai bagian dari ‘design’ untuk mentransformasikan rakyat Indonesia menjadi penyembah kebudayaan.

Dalam transkrip wawancara dengan BBC yang dimuat di situs “hilmar farid”, Hilmar menjelaskan impiannya tentang orang Indonesia yang hari-hari mengutamakan kebudayaan. Tidak ada satu kata pun yang menyinggung soal pembinaan relijiusitas (dakwah). Tak salah kalau ada yang menyimpulkan bahwa Hilmar tidak suka hal-hal yang berbasis keagamaan –terutama Islam.