Tetapi, kalau catatan Atid yang surplus, maka proses interogasimu oleh Munkar Nakir akan berjalan dalam suasana seram. Tidak ada keramahan. Yang ada kebengisan. Na’udzubillah. Pagi dan petang kau diteror di alam barzakh. Kepadamu akan ditunjukkan tempat kembali yang menakutkan.
Karena itu, sebelum kita semua menjadi bangkai, marilah memperbaiki hidup yang berorientasi liang kubur. Berhati-hatilah dengan kemuliaan dunia. Kemuliaan yang memperdayakan dan membahayakan.
Kemuliaan harta dan jabatan yang diperoleh dengan bersih saja pun bisa mencelakan kau di liang kubur dan di Hari Perhitungan. Apalagi kalau kau dapat dengan cara yang curang. Cara yang korup. Cara yang penuh tipuan.
Hati-hatilah kau yang selama ini menjalankan kekuasaan dengan menipu rakyat. Para pemegang kekuasaan di Indonesia ini bisa menumpuk puluhan atau ratusan triliun uang haram. Dengan uang itu, mereka ingin membangun dinasti kekuasaan. Dengan licik dan berpura-pura, mereka itu manampilkan diri seolah bersih dari korupsi.
Orang ini merasa dia akan hidup tanpa batas. Tapi, sekarang dia mungkin sudah mulai sadar bahwa penipuan-penipuan dan politik busuknya akan segera mengejar dirinya. Kemunafikannya akan dipertontonkan oleh Allah SWT.
Tetapi, mungkin dia sadar? Wallahu a’lam. Yang jelas, dia masih senang dengan kemuliaan duniawi. Dia senang dengan penghormatan semu, penghormatan tipu daya. Dia senang, bangga, dan bahagia melihat upacara kebesaran untuk mengatarkan bangkai manusia masuk ke liang lahat.
Hari ini, dia bantu dan dia setujui perampokan besar dan penipuan yang brutal yang berkedok demokrasi. Perampokan dan penipuan yang sangat keji itu berlanjut dengan pembunuhan dan intimidasi. Mereka gunakan kekuasaan yang ada di tangan mereka untuk memadamkan protes dan perlawanan.
Tak lama lagi, dia dan mereka akan merasakan ‘azab dunia dari Yang Maha Kuasa. Dan setelah itu, dia dan mereka akan dijadikan-Nya bangkai-bangkai yang akan dimasukkan ke liang lahat sebagai makanan ulat kuburan.
Ingatlah, kau hanyalah bangkai yang dimuliakan manusia! (*)
*Penulis: Asyari Usman (wartawan senior)