Ini semua, insyaAllah, bisa tercapai kalau kritik Nabi SAW tentang kualitas umat di belakang beliau, mampu dijawab dengan membuang karakter “buih di lautan”. Sebaliknya, individu setiap umat harus ditempa menjadi torpedo atau ranjau laut agar tidak bisa disesukahatikan oleh oligakrhi kekuasaan. Agar tidak dikepung lagi oleh blok-blok sospol yang tidak rela umat menjadi kuat di gelanggang politik.
Akan diperhitungkan jika umat memiliki blok politik sendiri. Yang diisi dan dioperasikan oleh orang-orang yang kuat landasan iman dan akidahnya. Umat harus selalu mengingat kritik Nabi tentang umat yang lemah.
Tapi, apakah blok politik milik sendiri itu sudah ada ataukah harus didirikan lebih dulu? Kalau mau dikatakan sudah ada, bisa juga. Kalau mau dibentuk wadah baru, tak ada salahnya.
Saya berpendapat, blok yang sudah ada itu bisa diperkuat karena selama ini mereka telah memperlihatkan konsistensi dalam perjuangan. Blok ini tidak mudah larut dengan tawaran transaksi politik atau konsesi materi. Mereka berbeda kontras dengan blok-blok politik lain yang sudah terbiasa dengan konsep “semua digerakkan dengan duit”.
Tetapi, kalau dirasakan perlu mendirikan blok baru, tentu boleh saja. Cuma, diperlukan kerja keras mengingat waktu lima tahun ke depan tidaklah cukup panjang.
Yang teramat penting ialah umat harus senantiasa memperbaiki diri. Jangan terus menjadi buih di lautan. (*kk/wa)
*Penulis: Asyari Usman (wartawan senior)