Ia lalu bereaksi dan menyatakan dalam sambutan peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ di Istana Negara, “Ada orang yang mengatakan Islam dalam bahaya di republik ini, sebenarnya orang yang berkata itu sendirilah yang sekarang dalam bahaya,” kata HAMKA.
Tak lama kemudian pada tahun 1964 HAMKA ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh rejim Nasakom dengan tuduhan hendak menggulingkan pemerintah, berencana membunuh presiden dan menteri agama, dan kontra-revolusi.
Rupanya kata-kata bapak presiden itu adalah isyarat bahwa HAMKA sudah diincar dan jadi target persekusi dan kriminalisasi ulama di era kejayaan komunis di bawah naungan Rejim Nasakom.
Nampaknya sejarah kembali berulang.Tidak pada tempatnya memperkarakan tokoh agama yg berceramah agama, meski itu ditujukan kepada penganut agamanya sendiri, apalagi disampaikan di tempat khusus seperti rumah ibadah, dan tujuannya memperkuat keimanan pemeluknya.
Hal itu bukanlah mencela atau menista tuhan agama lain. Ayat yang menyatakan jangan kamu mencela sesembahan orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah itu sangat jelas maknanya larangan mencela secara terbuka dan tanpa landasan ilmu pengetahuan, tujuannya semata-mata untuk memperkeruh toleransi umat beragama dan menciptakan situasi chaos dalam masyarakat beragama.
Jika peneguhan akidah disampaikan kepada internal ummat dengan membandingkan dengan konsep tuhan-tuhan agama lain, tidak dengan tujuan merusak harmoni sosial, maka tidak ada alasan logis dan legal untuk mengharamkannya karena itu adalah bagian dari dakwah agama. Seperti ayat-ayat al-Qur’an mengecam kemusyrikan dan kekafiran ahli kitab dan musyrikin quraish apakah lalu kemudian boleh memperkarakan dan memidanakan ayat-ayat Allah?
*) Penulis: Dr. Fahmi Salim, Lc, MA, (Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat)