Tanggapi Ade Armando, Imam Shamsi Ali: Antara Dholaal dan Mudhill, Sesat dan Menyesatkan

Ketiga, waktu-waktu sholat dalam Al-Qur’an itu sendiri sesungguhnya disebutkan ada 5 waktu. Hanya saja sebagaimana narasi Al-Qur’an dalam banyak hal, tidak menyebutkan semua masalah secara berurutan.

Satu contoh, iman kepada Qadar itu tidak disebutkan secara berurutan dengan rukun iman lainnya di satu ayat. Melainkan di beberapa ayat lainnya.

Di sinilah Urgensi belajar ilmu Al-Qur’an (uluum al-Qur’an) sebelum berbicara tentang Al-Qur’an. Armando saya dengar di bidang komunikasi. Karenanya wajar pintar memainkan komunikasi yang boleh jadi menyesatkan banyak orang.

Saya tidak bermaksud menafsirkan semua ayat-ayat yang berbicara tentang sholat 5 waktu. Tapi silakan merujuk salah satunya ke ayat-ayat berikut: Ar-Rum: 17-18:

“Maka bertasbihlah kepada Allah pada sore/petang hari dan pada pagi hari. Dan segala puji (puja puji Allah) di langit dan di bumi, baik di waktu malam (isya) dan pada waktu siang (Zhuhur).”

Armando sekali lagi harus paham kalau ilmu agama bukan kapasitasnya. Karena untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an tidak cukup membaca terjemahan. Betapa bahayanya kalau saya ingin berbicara tentang kedokteran dengan sekadar membaca buku biologi.

Keempat, dan ini yang berbahaya. Kaum liberal memang dikenal pintar bermain kata. Armando memperlihatkan itu. Dari mengingkari (bahasa Arabnya mengkafiri) Syariat, lalu bersilat lidah dengan kata:

“Perintah 5 waktu itu tidak ada dalam Al-Qur’an”, lalu mengambil contoh-contoh hukum yang tentu memilki perlu ditafsirkan seperti hukum-hukum jinayah (criminal code) dalam Islam.

Dan akhirnya ingin mengatakan: yang tidak mengikuti pendapatnya adalah kaku, terbelakang, sempit, bahkan tidak rasional dan mengedepankan amarah.

Sekali lagi, manusia seperti Armando ini memang ada pada dua kemungkinan. Satu, dhoollun alias tersesat. Atau dua, anggaplah dia sendiri tidak tersesat. Tapi dengan gaya komunikasi yang kadang terpolesi oleh kepura-puraan pintar, logis, bahkan manis, menjadikan masyarakat awam terbawa arus.

Di sinilah urgensi para Ulama untuk menyuarakan dan membentengi Umat. Bagi saya pribadi, yang lebih penting adalah tanggung jawab “amar ma’ruf nahi mungkar”. Saya mungkin tidak punya otoritas (al-yadu/tangan). Tapi masih ada lisan/tulisan yang akan saya pakai.