Eramuslim.com – Ada 2 fenomena yang menarik untuk kita renungkan. Dua fenomena itu lahir dari kebangkitan kesadaran ummat dalam ber-Islam, bahkan ada yang menyebutnya jihad ekonomi. Bank Muamalat lahir beriringan dengan lahirnya ICMI dan gegap gempitanya ummat Islam di era tahun 90-an. Sementara 212 Mart lahir pasca aksi bela Islam yg menyatukan jutaan ummat Islam dari berbagai elemen dari seluruh Indonesia.
Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama disokong oleh nasabah funding ummat Islam yang semangat hijrah dari perbankan konvensional ke bank syariah. Lepas dari berbagai silang pendapat tentang kemurnian transaksi, lepas dari kevalidan isu lepasnya Bank Muamalat ke tangan cukong, namun berdirinya bank-bank syariah dan juga 212 Mart, adalah implementasi syariat Islam di sisi hilir, sementara sisi hulunya masih sistem kapitalisme. Apalagi bingkai pendiriannya mengunakan Perseroan Terbatas, yang sahamnya bisa dimiliki oleh siapa saja yang punya kekuatan modal dan berminat “investasi” disitu.
Maka siap-siap saja ummat Islam mengalami kekecewaan demi kekecewaan bila apa yang diperjuangkan suatu saat jatuh ketangan orang lain.
Semoga isu lepasnya Bank Muamalat menyadarkan ummat ini bahwa semangat jihad ekonomi juga disertai semangat untuk mewujudkan syariah Islam secara Kaffah.
Dengan Implementasi Islam secara Kaffah, bukan hanya bank syariah dan 212 Mart yang kita jaga, seluruh asset negara dan bangsa bahkan kebhinnekaan Indonesia dapat kita selamatkan dari ketamakan Kapitalisme liberal dan sosialisme komunis yang tengah melakukan perang proxi di Negeri ini.
Islam adalah dien memiliki sistem vertikal dan horisontal secara padu. Keberadaan berbagai agama terlindungi, kepemilikan individu, kepemilikan publik, bahkan aset negara tertata rapi dg sistem Ilahi. Sayang semangat ummat untuk itu terancam oleh perppu no. 2 tahun 2017. [kl/swa]
*Penulis: M. Ismail, Direktur Lingkaran Analisis (LARAS)
https://m.eramuslim.com/resensi-buku/wakaf-al-quran-mushaf-tadabur-untuk-nusantara.htm