Anies-Cak Imin, Sebuah Pengkhianatan Visi Perubahan

Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)

Sejak awal, penulis telah menduga nomenklatur ‘menyerahkan sepenuhnya nama Cawapres kepada Anes’ adalah alat politik NasDem untuk menyetir Anies dan menghindari tuntutan partai mitra koalisi. Seolah, NasDem netral dalam penentuan Cawapres.

Nyatanya, informasi pemasangan Cak Imin sebagai Cawapres Anies oleh Surya Paloh, sebagaimana dikabarkan oleh Teuku Riefky Harsya, jelas-jelas sebuah ironi politik. Ironi, di tengah harapan besar Anies akan membawa perubahan besar bagi negeri ini, malah dipasangkan dengan Cak Imin, sosok yang sudah diketahui umum bagian dari rezim Jokowi.

Apalagi, legacy ‘Kardus Durian’ Cak Imin tidak bisa ditafsirkan lain, kecuali Cak Imin akan tetap berpolitik sesuai asuhan rezim. Persis seperti merapatnya PAN dan Golkar ke Kubu Prabowo.

Jadi, bisa dipastikan Pilpres 2024 adalah ‘All Jokowi Mans’, semua orangnya Jokowi. Sandiwara saja Pilpres, sebab siapapun yang menang pasti akan mengikuti arahan oligarki yang ada dibelakang Jokowi.

Kalau nama yang diumumkan sepihak adalah Ahmad Syaikhu, atau Surya Paloh sendiri, sebagai Cawapres yang mendampingi Anies, masih bisa diterima. Karena Syaikhu dan Paloh, keduanya representasi partai yang ikut mengusung Anies sejak awal. Ikut berdarah-darah.

Lalu, kenapa bisa Cak Imin? Bukankah PKB sejak awal bersama Prabowo ? Tak pernah PKB mengusung dan mengkampanyekan Anies.

Memang benar, terakhir Cak Imin diabaikan Prabowo setelah PAN dan Golkar merapat. Koalisi pun dibuat sepihak tanpa melibatkan Cak Imin, menjadi Koalisi Indonesia Maju, menggusur KKIR.

Tapi tidak lantas, membuat Cak Imin langsung mendapat durian runtuh, tanpa berjuang langsung menjadi pendamping ANIES. Lagipula, sosok Cak Imin akan merugikan Anies. Alih-alih meningkatkan elektabilitas, Cak Imin malah memeloroti suara Anies.

PBNU menyatakan, siapapun Capres yang berpasangan dengan Cak Imin akan kalah. Sebuah sinyal perlawanan NU terhadap Cak Imin. Mengambil Cak Imin sebagai Cawapres Anies, sama saja vis a vis dengan PBNU.

Surya Paloh juga melapor ke Jokowi. Disebut sekedar etika politik, melapor ke Jokowi. Tapi bisa juga ditafsirkan, Cak Imin disodorkan ke Anies adalah bagian dari skenario Jokowi.

Rasanya, Anies dan Cak Imin bukanlah simbol perubahan. Anies dan Cak Imin malah melambangkan status quo. Jadi, koalisi perubahan untuk persatuan telah berubah menjadi koalisi memecah untuk tetap mempertahankan status quo Jokowi.

 

(Sumber: Suaranasional)

Beri Komentar

1 komentar

  1. Boleh sy komen, bung Khoz? Benang merahnya adalah bgm caranya meraih kemenangan di Jatim. Knp SP lbh milih Cak Imin dibanding AHY? Silakan dicek lg perolehan suara pemilu 2019 antara PKB vs PD di Jatim. Scr nasional mungkin elektabilitas Cak Imin lbh rendah drpd AHY, tp di Jatim Cak Imin ttp jauh lbh tinggi. Cak Imin punya modal tempat kelahiran Jatim, darah biru NU, dan ketum PKB yg suaranya lbh byk dr PD, ini yg tdk dimiliki AHY. SBY seharusnya bisa baca itu. Jadi bagaimana pun kuatnya tema perubahan yg diusung Anies sbg leader KPP, tdk akan ada gunanya jika hanya berakhir dg kekalahan.