Ancaman Virus Nipah China, Bisa Lebih Dahsyat dari Covid-19

eramuslim.com

By Mochamad Toha

Belum tuntas atasi Virus Corona atau Covid-19, China mulai dilanda Virus Nipah dengan tingkat kematian sekitar 75 persen bisa menjadi pandemi selanjutnya. Demikian laporan Access to Medicine Foundation dilansir dari Al Arabiya, Minggu (31/1/2021).

Melansir Kompas.com, Minggu (31/01/2021, 07:27 WIB), wabah virus nipah ini berpotensi menjadi pandemi besar dengan perusahaan farmasi raksasa tidak siap karena saat ini masih fokus menangani Covid-19.

“Virus Nipah adalah penyakit menular lain yang muncul dan menimbulkan kekhawatiran besar. Nipah (ini) bisa merebak kapan saja. Pandemi berikutnya bisa menjadi infeksi yang tahan terhadap obat,” ungkap The Guardian mengutip Jayasree K Iyer, Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation yang berbasis di Belanda.

Virus ini langka dan disebarkan oleh kelelawar buah, yang dapat menyebabkan gejala mirip flu dan kerusakan otak. Virus nipah bisa menyebabkan ensefalitis atau radang otak, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Perawatan yang biasa dilakukan adalah perawatan suportif yang mencegah penyakit sedini mungin berkembang. Wabah virus nipah di negara bagian selatan India, Kerala pada 2018 silam merenggut 17 nyawa.

Negara-negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab saat itu melarang impor buah dan sayuran beku juga olahan dari Kerala. Ketika itu, para otoritas kesehatan meyakini bahwa wabah nipah di Bangladesh dan India mungkin terkait dengan konsumsi jus kurma.

Tak hanya tentang virus nipah saja yang dirilis, laporan indeks 2021 dari Access to Medicine juga menunjukkan tindakan dari 20 perusahaan farmasi terkemuka di dunia untuk membuat obat, vaksin, dan diagnostik lebih mudah diakses.

Ditemukan bahwa penelitian dan pengembangan untuk Covid-19 telah meningkat dalam setahun terakhir, tetapi risiko pandemi lainnya sejauh ini belum tertangani.

Menurut Iyer, indeks tersebut disiapkan selama krisis kesehatan masyarakat terburuk dalam satu abad yang menunjukkan ketidaksetaraan parah akan akses ke obat-obatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Menurutnya, obat-obatan bisa dicapai semua kalangan jika para pemimpin perusahaan besar bertekad untuk memastikan bahwa orang yang tinggal di negara miskin dan menengah tidak berada di paling akhir.