Dua pekan belakangan ini, Turki membuat muka para pejabat Israel merah padam menahan marah. Pertama, Turki membatalkan latihan perang karena menolak keikutsertaan Israel dalam latihan rutin tahunan itu.
Pembatalan dilakukan sebagai bentuk protes Turki atas kekejaman dan blokade yang masih terus dilakukan Israel di Jalur Gaza. Kedua, kurang dari seminggu setelah pembatalan itu, televisi pemerintah Turki TRT1 menyiarkan serial acara berjudul "Ayrilik" (Perpisahan) yang menampilkan gambar-gambar operasi genosida (pembantaian massal) tentara-tentara Zionis saat menyerang Gaza bulan Januari 2008.
Israel memang sedang sensitif jika disinggung masalah agresinya ke Jalur Gaza bulan Januari lalu. Karena Israel sedang menghadapi dakwaan kejahatan perang oleh tim pencari fakta PBB yang menyelidiki agresi tersebut.
Dengan dakwaan ini, sejumlah pejabat Israel terancam diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional. Wajar jika sejumlah pejabat Israel dan sebagian besar orang-orang Israel tak suka ketika televisi Turki menayangkan "Ayrilik".
"Serial itu merupakan kasus yang serius berupa penghasutan yang dilakukan oleh negara," kritik Menlu Israel, Avigdor Lieberman yang menyatakan tidak senang melihat tentara-tentara Zionis disebut sebagai pembunuh anak-anak tak berdosa.
Lieberman membantah fakta bahwa hampir 1.500 warga Gaza, mayoritas anak-anak, kaum perempuan dan orang-orang lanjut usia tewas akibat bombardir pesawat-pesawat tempur Israel.
Israel menyerang penduduk Gaza yang tak bersenjata, lemah dan tak berdaya akibat blokade sosial dan ekonomi yang dilakukan rejim Zionis itu. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Operasi "Cast Leads" yang dilakukan Israel ke Gaza tahun 2008 lalu adalah operasi pembersihan etnis dan operasi rasial yang didasarkan pada rasa supremasi kaum Yahudi.
Fakta itu cukup untuk dikaitkan dengan tindakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta membuktikan bahwa Israel memang ingin mendirikan "negara khusus Yahudi" di tanah Palestina yang dirampasnya.
Banyak sudah penulis dan analis yang menguraikan tentang konflik Israel-Palestina. Tapi fakta-fakta di lapangan sebenarnya sangat simpel, yaitu adanya ideologi Zionisme yang dianut oleh sekelompok orang Yahudi, sebuah ideologi yang diklaim berasal dari ajaran kitab perjanjian lama.
Dengan ideologi ini, orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia harus "pulang ke rumah" mereka dan bersatu kembali dalam satu tempat dan tempat itu berada di Palestina. Maka dimulailah penindasan, penjajahan dan perampasan bukan hanya harta benda tapi juga harga diri rakyat Palestina demi mewujudkan ambisi ideologi itu.
Tapi selama berpuluh-puluh tahun, rejim Zionis Israel selalu berhasil berkelit dari jeratan hukum dan tekanan dunia internasional bahkan bisa terus menerus membombardir dan membunuh rakyat Palestina. Mengapa?
Jawaban yang paling tepat adalah karena Israel pandai memanipulasi, berdusta dan memutarbalikkan fakta. Sepekan yang lalu misalnya, PM Israel Benjamin Netanyahu dihadapan anggota PBB menunjukkan Protokol Wannsee. Ia menyebutnya sebagai "bukti dari pembantaian orang-orang Yahudi Eropa oleh Nazi". "Apakah ini sebuah kebohongan?" tanya Netanyahu sambil berharap simpati dari seluruh anggota PBB.
Sesungguhnya, Netanyahu sedang mempermalukan dirinya sendiri karena Protokol Wannsee sendiri sejatinya sudah banyak dimanipulasi oleh orang-orang Zionis atau yang dikenal dengan narasi Shoa Zionis.
Protokol itu sebenarnya mengacu pada pendeportasian orang-orang Yahudi di Jerman dan di wilayah pendudukan Jerman ke kawasan Timur. Tapi dalam narasi Shoa Zionis protokol itu diinterpretasikan sebagai rencana untuk membuang orang-orang Yahudi dengan menjadikan mereka sebagai buruh kasar dalam pengerjaan jalan-jalan.
Sebagai dokumen sejarah, Protokol Wannsee tidak bisa menjadi bukti dari isi narasi Shoa dan rencana penghapusan Yahudi, tapi menunjukkan bahwa rejim Nazi memberlakukan apa yang disebut sebagai ide "Judenreine" (Bebas dari Yahudi). Jadi, Netanyahu memberikan bukti berupa dokumen sejarah yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan Holocaus yang digembar-gemborkannya di depan anggota PBB.
Tetapi, isi Protokol Wannsee sebenarnya tidak jauh beda dengan rencana yang dirancang Zionis Israel terhadap Palestina dan rakyat Palestina, bahkan apa yang dilakukan Zionis Israel jauh lebih kejam dan tidak berperikemanusiaan. Kenyataannya, rejim Zionis telah membantai banyak rakyat Palestina dan mereka yang bertahan hidup dengan sengaja dibuat kelaparan
Penjajahan, penindasan dan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina, sama dengan motto yang dianut badan intelejen luar negeri Israel, Mossad. Motto Mossad adalah "Kobarkan peperangan dengan cara manipulasi".
Hampir semua proyek "kebangkitan Yahudi" dibuat atas dasar kebohongan. Para Yahudi Zionis menipu kaumnya sendiri sesama Yahudi dengan wacana "kembali ke tanah air", lalu mengembangkan taktiknya denga membuat lebih banyak kebohongan lagi sehingga pada akhirnya, orang-orang Israel sekarang dan kaum Zionis sudah terbiasa hidup dengan kebohongan, mereka tidak bisa lepas dari kebohongan dan manipulasi.
Tapi, meski tahu bahwa Israel berdiri di atas kebohongan dan kerap berbohong dan memanipulasi, cuma sedikit kepala-kepala negara, intelektual dan para ahli sejarah yang berani melawan kelicikan Israel. Termasuk saat Netanyahu menunjukkan Protokol Wannsee di hadapan anggota PBB.
Hanya segelintir pemimpin negara yang berani mengkritik kebohongan Israel dan menentang tindak tanduk kaum Zionis. Diantara pemimpin negara yang berani itu, antara lain Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Venezuela Hugo Chavez dan PM Turki Recep Tayyib Erdogan.
Padahal masalah perikemanusiaan dan kemanusiaan bukan semata-mata tanggung jawab para politisi atau para "pemimpin negara", tapi menjadi tanggung jawab kita sendiri sebagai individu dan bagian dari umat manusia.
Perikemanusiaan dan kemanusiaan lahir dari kebaikan dan aspirasi tentang etika dan kebenaran. Sayangnya, untuk beberapa alasan, kita secara tidak sadar terus ditarik ke dalam perang kaum Zionis yang mengatasnamakan holocaust, demokrasi dan kebebasan.
Saat ini, kita melihat para pemimpin negara-negara Barat yang memilih diam bahkan "terpesona" dengan kebohongan para Zionis. Ini menjadi bukti pengkhianatan ideologi-ideologi Barat, pengkhianatan para politisi dan institusi mereka.
Mereka memilih untuk mengalah pada kaum Zionis dan terperangkap dalam manipulasi yang dilakukan kaum Zionis, sesuai motto Mossad "Korbarkan perang dengan cara manipulasi." (Gilad Atzmon-WB/ln)