Kasus terkini yang dialami dua negara Afrika Zimbabwe dan Angola kiranya pas sebagai pelajaran berharga agar negeri kita terhindar dari obyek skema penjajahan gaya baru ala Cina. Kedua negara di Afrika itu sekarang menggunakan Yuan —mata uang Cina— sebagai transaksi pembayaran sehari-hari akibat pemerintahannya gagal atau tak mampu mengembalikan utang (debt trap) Cina. Sehingga Cina kemudian punya harga tawar lebih kuat untuk memaksakan hegemoni ekonominya di kedua negara Afrika itu.
Caranya? Utang dianggap lunas dengan syarat mata uang kedua negara diganti Yuan. Berarti, melalui skema penerapan mata uang Yuan di Angola dan Zimbabwe, kedua negara itu secara de fakto sudah menjadi negara jajahan Cina.
Karena itulah cara pandang dan pola pikir kita dalam mengenal diri dan lingkungannya, sudah seharusnya waspada terhadap tren global yang cukup rawan di balik ide menggunakan alat transaksi non tunai alias e-Money itu. Sebab melalui sektor keuangan inilah, skema kapitalisme global baik ala Barat ataupun Timur mampu menembus kedaulatan nasional sebuah bangsa. Tak terkecuali Indonesia.
Maka itu kalau memang beroperasinya Alipay dan WeChat di tanah air merupakan konsekwensi logis dari semakin meningkatnya permintaan pasar transaksi non-tunai, kenapa tidak disosialisasikan saja e-Money produknya Bank Mandiri, misalnya, atau Flazz Bank BCA, tapcash Bank BNI, dan seterusnya, yang semuanya itu merupakan produksi dalam negeri.(kl/aktual)
Hendrajit, Redaktur Senior Aktual.