Ketika pimpinan perguruan tinggi mulai memprotes tindakan kriminal “pembunuhan KPK” oleh Pemerintah bersama DPR maka pintu gerbang kampus pun dibuka. Mahasiswa berlarian bergerak cepat. Mereka muda dan semangat dengan moralitas tinggi. Tidak seperti komunitas lain yang mudah dipecah dan dibuat konflik horizontal, mahasiswa bergerak dengan satu kepentingan yang sama. Aparat yang biasa bermain kini bisa berhadapan. Jatuh korban justru membangun solidaritas dan gelombang perlawanan. Perubahan sosial dan politik diawali oleh gerakan dan gebrakan para mahasiswa.
Sebelumnya ada monumen gerakan 212 yang menyimpan potensi tsunami susulan. Andai Pemerintah nekad dengan misi anti demokrasi atau menutupi korupsi dan terus lanjut berkolaborasi dengan asing aseng demi investasi dan hutang luar negeri, maka gerakan perubahan rakyat sulit untuk dibendung. Citra pemerintah sedang buruk dan terus memburuk. Pembusukan politik yang terjadi akan mendapat therapi akhir yakni operasi amputasi. Untuk penyembuhan kembali.
Mahasiswa bergerak memang dinanti rakyat. Hampir frustrasi melihat kesewenangan dan ketidakpedulian dari penguasa yang semakin korup. Korupsi yang coba ditutupi dengan regulasi. Mahasiswa memang lucu tapi bermutu. Berorasi, menjebol pagar, menaiki benteng, memasuki area yang biasa butuh protokoler. Tapi ujungnya sang penguasa ketakutan dan siap mundur “demi bangsa dan negara”. Meski kadang butuh waktu dan kesabaran biasanya aksi perubahan itu berhasil.
Bravo mahasiswa..! (*end)
Penulis: M. Rizal Fadillah, Aktivis Senior
Bandung, 20 September 2019 (*)