Afghan 2.0

Di UEA, pembagian kue kekuasaan dengan mudah dibagi. Presiden UEA harus selalu dari Abu Dhabi. Sedang perdana menteri harus dari Dubai. Lima emir lainnya dapat jatah di kementerian.

Masing-masing emir mengatur pemerintahan mereka sendiri. Pemerintah pusat tidak punya hak ikut campur.

Bahkan ketika Dubai nyaris bangkrut 15 tahun lalu –akibat ambisi besarnya untuk menjadi Singapura-nya dunia Arab– pemerintah pusat tidak turun tangan. Emir Abu Dhabi-lah yang menyelamatkan keuangan Dubai.

Lewat skema pinjam-meminjam seperti antar negara.

Di Afghanistan –kalau jadi bentuk negaranya adalah ke-emiran– pasti Pastun yang menjadi pimpinan negara dan pimpinan pemerintahan. Hanya apakah ibu kota akan kembali pindah ke Kandahar belum ada tanda-tanda ke sana.

Kota Kandahar adalah kota terbesar kedua. Lebih dekat ke Pakistan. Di situlah Taliban didirikan. Di wilayah itu, suku Pastun lebih dominan.

Saya belum tahu bagaimana di wilayah yang didominasi suku Tajiks. Apakah suku Tajiks bisa bersatu atau terbagi juga ke dalam berapa ke-emiran.

Sedang di wilayah Hazaras rasanya hanya akan ada satu ke-emiran. Paham Syiah membuat mereka lebih tunduk ke satu imam.

Apakah Hazaras akan mendapat tempat yang layak? Itu masih tanda tanya besar. Itu memerlukan jiwa besar Pastun untuk bisa menerima apa yang mereka anggap sebagai ”kasta terendah” itu.

Di UEA memang ada jabatan presiden dan perdana menteri. Tapi itu hanya istilah saja. Sistem pemerintahannya murni otoriter kerajaan. Bukan presidensial, bukan pula parlementer.

Di Afghanistan mungkin akan ada dewan tertinggi emir. Semacam Syuriah di NU atau Dewan Syuro di PKS. Lalu ada Tanfidziah yang akan memegang pemerintahan.

Memang masih tanda tanya besar: benarkah pemerintahan Taliban 2.0 ini –pinjam istilah komentar di Disway– lebih moderat. Apakah tidak akan muncul tekanan dari bawah untuk menerapkan syariat Islam secara lama.