Adanya spekulasi operasi kontra intelijen dalam kasus penembakan enam laskar FPI mengingatkan kita pada kasus penculikan mahasiswa pro-demokrasi tàhun 1998. Penculikan itu terjadi saat masa kepemimpinan Jenderal tertinggi ABRI, Wiranto. Kasus tersebut kemudian berujung pada kejatuhan rezim Soeharto.
Berdasarkan data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sembilan mahasiswa korban penculikan berhasil dibebaskan. Mereka di antaranya adalah Andi Arief, Desmond J Mahesa, Pius Lustrilanang dan Nezar Patria. Sedangkan 13 korban lainnya dinyatakan hilang, satu di antaranya adalah Wiji Thukul, seorang seniman yang juga aktivis. Operasi penculikan mahasiswa prodem tersebut dilakukan oleh Satuan tugas Komando Pasukan Khusus (Kopassus), unit elite khusus Angkatan Darat, bernama Tim Mawar.
Sumber yang memiliki otoritas di bidang Polkam menyebutkan, para mahasiswa pro-demokrasi yang dilepas adalah mereka yang diculik oleh Tim Mawar. Sedangkan para mahasiswa yang hilang atau sengaja dihilangkan, diculik oleh tim yang menunggangi operasi Tim Mawar. “Waktu itu ada operasi kontra intelijen yang memiliki misi lain,” kata sumber tersebut kepada penulis Selasa malam (8/12). Di balik operasi tersebut, ketika itu sedang terjadi “perang bintang” di antara jenderal di lingkungan TNI AD waktu itu.
Dalam kasus penembakan terhadap enam laskar FPI, juga mirip dengan kasus penculikan mahasiswa tàhun 1998. Mereka yang menghabisi laskar FPI tersebut sudah berpengalaman dalam menumpas dan menghabisi para teroris. Operasi yang mereka lakukan sengaja menunggangi operasi resmi yang dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) yang beberapa hari sebelumnya melakukan pengintaian terhadap aktivitas Habib Rizieq Shihab ketika berada di sekitar Pesantren Markas Syariah Megamendung, Jawa Barat.
Sangat boleh jadi sasaran utama penguntitan disertai pembunuhan yang dilakukan Tim Operasi Hitam sebenarnya ditujukan kepada Habib Rizieq Shihab. Hanya saja dalam peristiwa di jalan tol Jakarta-Cikampek pada Senin malam itu, ruang gerak pasukan hitam tersebut berhasil dikecoh para laskar FPI yang mengawal rombongan keluarga Habib Rizieq.
Pasukan yang semula diidentifikasi pihak FPI sebagai orang tidak dikenal (OTK), ternyata justru diakui
sebagai pasukan polisi oleh Kapolda Metro Jaya Fadil Imran dalam konferensi pers Senin siang (7/12). Yang menjadi pertanyaan banyak masyarakat, mengapa Habib Rizieq sampai harus diintai, dibuntuti, hingga akhirnya menjadi target pembunuhan. Sementara yang bersangkutan bukan seorang buronan apalagi teroris.
Beberapa kalangan yang memiliki otoritas di bidang polkam menyebutkan, tidak konsistennya sejumlah pernyataan Kapolda Metro Jaya terkait dengan kematian enam laskar FPI karena yang bersangkutan sengaja disuruh untuk menjadi “tukang cuci piring”. Ada pihak-pihak yang memiliki extra power sedang memainkan operasi ini.
Misi operasi kontra intelijen tersebut sengaja dilakukan untuk memancing kemarahan masyarakat terutama umat Islam. Mereka sengaja ingin menciptakan suasana chaos di tengah masyarakat. Sehingga dengan begitu, nanti ada pihak-pihak tertentu yang muncul sebagai Pahlawan kemudian mengendalikan keadaan sekaligus mengambil alih kekuasaan.