Ada Apa di Balik Rusuh Papua dan Pindah Ibu Kota?

Cuma yang akhirnya menjadi catatan penting bagi penulis adalah, berarti wacana pindah ibu kota ini sudah dirancang, dipersiapkan, sejak lama dengan demikian matang. Bukan kaleng-kaleng. Buktinya, Jokowi begitu percaya diri, optimis akan memindahkan ibu kota ditengah kerusakan ekonomi, tata kelola pemerintahan hari ini. Desakan hutang, defisit anggaran, BUMN bangkrut dan mau dicaplok China, seolah tak ada masalah dengan ini.

Yang menarik lagi, pengumuman pindah ibu kota pada tanggal 16 Agustus yang lalu, langsung disambut dengan insiden rusuh Papua yang berdarah-darah penuh anarkisme, jatuh korban jiwa dari aparat bahkan sampai ke depan istana negara.

Pada titik inilah, sebenarnya pokok bahasan judul di atas bisa kita cari benang merah untuk menganalisis apa motif dan orientasi dari dua kejadian besar dihari kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke 74 tahun ini. Berikut hasil analisis penulis yang dikumpulkan dari beberapa sumber dan refrensi data terpercaya.

1. Pindah ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan adalah skenario besar dari China. Kenapa ? Karena Kalimantan mempunyai peran penting dan posisi strategis bagi program OBOR (One Belt One Road) sebagai pintu masuk China untuk menancapkan hegemoninya lebih dalam di kawasan Asia. Dan kalimantan secara geografis juga sangat dekat dari China, dan juga secara demografis (data kependudukan) komposisi warga keturunan china di Kalimantan cukup dominan dan kuat. Jadi Kalimantan memang sangat seksi dimata China dan wajib dikuasai.

2. Sesama kita ketahui. Ibu kota adalah ‘centre of gravity’ sebuah negara. Didalam peperangan militer, ibu kota adalah simbol penaklukan dari sebuah negara. Apabila ibu kota negara berhasil direbut dan ditaklukan, berarti itu akan sama dengan keberhasilan menaklukan dan menguasai negara.

Kondisi Jakarta yang begitu padat dan mengakar secara geokultural dan geografis (berada pada lingkar dalam pertahanan negara). Tentu akan sulit menembus dan menaklukan Jakarta yang begitu besar dan sudah berurat berakar dikuasai banyak negara (tidak saja Indonesia) lainnya berdasarkan kepentingannya masing-masing.