Hal tersebut, ia ucapkan saat berada di Rusia ketika mendampingi Raja Salman dalam kunjungan ke Moskow. Meskipun, terkait hal itu, Menlu Saudi tidak pernah menjelaskan apa yang dimaksud radikal oleh negeri itu. Beberapa kawan, sempat berdiskusi dengan penulis yang intinya apa negeri itu ingin meninggalkan Wahabisme?
Ketika sejumlah kalangan masih bertanya-tanya terkait maksud radikalisme yang diucapkan menlu negeri itu, keinginan untuk melawan Islam radikal kembali diperkuat sang PM ketika diwawancarai oleh Aljazirah.
Penulis memang belum bisa menangkap arah yang jelas terkait penegasannya. Hanya, kalau itu–seperti sejumlah kawan yang berdiskusi dengan penulis–mengaitkan dengan keinginan untuk meninggalkan Wahabisme, menurut penulis, sangat sulit jika tidak ingin dikatakan sebagai sesuatu yang mustahil.
Sebab, jika benar seperti yang ada di benak sejumlah pihak, tidak ubahnya seperti keinginan sejumlah keinginan anak bangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mengubah pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dengan itu seperti pernah ditwitkan Prof Mahfud, seperti ingin mendirikan negara baru.
Penilaian tersebut sangat masuk akal, karena “perkawinan” negara Arab Saudi dengan ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab tidak ubahnya perkawinan abadi yang tidak bisa diceraikan. Sebab, seperti disebutkan di dalam buku-buku sejarah, faktor ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab-lah yang telah menjadikan Al Saud menjelma menjadi penguasa besar yang tadinya hanya berupa kepala suku kalahan dari para pesaingnya.