Pertama pendapat pribadi bahwa Penista Agama semacam Abu Janda & Sukmawati memaki makinya insya Allah berpahala. Tidak ada anjuran untuk membunuh hanya berpendapat boleh dan berpahalanya memaki maki. Itu pun “insya Allah” jadi dikembalikan kepada “kehendak Allah”. Terhadap keduanya Abu Janda dan Sukmawati tidak ada ancaman untuk membunuh.
Kedua, soal boleh membunuh adalah pendapat dan keyakinan Ustad Maaher bahwa menurut fikih islami penista agama itu boleh dibunuh. Ini berlaku bagi siapa saja selama penista agama itu kafir, munafik, dan zindiq yang “menyerang Islam”. Ini adalah dalil umum berdasar “fikih islami” jadi bukan anjuran membunuh Abu Janda dan Sukmawati.
Untuk kedua orang tersebut hanya sampai kebolehan “memaki” saja.
Oleh karena laporan Abu Janda menyangkut ancaman pembunuhan pada dirinya, maka secara hukum pastinya tidak akan terbukti. Ustad Maheer akan “melenggang” bebas. Bahkan memiliki “tabungan” senjata untuk memenjarakan Abu Janda atas dasar fitnah atau pengaduan palsu.
Dalam rangka pelaporan ini lah Abu Janda “terjebak sendiri” dengan menyatakan “jangan lagi bilang terorisme tidak punya agama, agama terorisme itu Islam dan gurunya Maaher”
Nah terhadap hal ini dua hal yang bisa dilakukan Ustad Maaher.
Pertama melaporkan Abu Janda atas dasar pencemaran nama baik dengan menyatakan guru terorisme adalah Maaher karena hal ini masuk dalam kualifikasi penghinaa dan pencemaran. Kedua, Abu Janda telah menodai agama Islam dengan menyatakan bahwa agama terorisme adalah Islam. Pasal 156 a KUHP pantas dikenakan.
Jadi jelas dan terang benderang yang layak untuk diadili adalah Abu Janda yang juga menjadi patut dipertanyakan keagamaannya karena berani menyatakan “agama terorisme adalah Islam” pernyataan yang bukan saja menodai, tetapi biadab.
Bandung, 30 November 2019 (*end/glr)
Penulis: M. Rizal Fadillah, Aktivis Senior