Eramuslim.com – Merenung adalah cara terbaik bagi siapapun ketika deretan angka usia bertambah. Pun bagi sebuah negara seperti Indonesia yang sudah 75 tahun. Apalagi dalam situasi prihatin, merenung menjadi jalan kontemplasi yang membangunkan nalar sekaligus mengentakkan jiwa, artinya nalar bekerja.
Masalahnya pekerjaan merenung melakukan proses kontemplasi hanya mungkin dilakukan oleh manusia yang akal dan jiwanya hidup dan bekerja normal untuk selalu memperjuangkan common good. Menjadi dahsyat hasilnya jika kontemplasi itu dilakukan oleh elit yang sedang berkuasa.
Di situlah letak masalahnya. Bung Rocky Gerung mungkin yang punya jawaban apakah akal dan jiwa elit republik ini bisa bekerja normal. Ini ada bab nya tersendiri. Biar bung Rocky Gerung yang menarasikannya.
Diantara proses kontemplasi yang paling mengentakkan jiwa adalah menghidupkan nalar untuk masuk ke nalar publik, nalar rakyat banyak. Meminjam narasi bung Karno ‘nalar marhaen’, nalar orang-orang tertindas. Di situ bisa memunculkan sejuta tanya? Apa sesungguhnya yang terjadi di republik ini?
Jawabannya terlalu banyak untuk diurai. Coba kita tengok beberapa saja dari kacamata politik dan ekonomi. Faktanya di usia 75 tahun Indonesia, pertama kali dalam sejarah, Ayah sudah maju jadi Presiden, Anak Maju jadi calon wali kota, menantu juga maju jadi calon walikota. Ini dinasti politik berselimut pilkada.