Tokoh-tokoh umat Islam di masa perjuangan memang menjadi sosok yang sangat semangat menggelorakan kemerdekaan. Jadi, pembentukan organisasi-organisasi berlandaskan agama Islam tersebut mengkhawatirkan penjajah Belanda. Maka pemerintahan Negeri Kincir Angin memutuskan untuk wajib menyematkan gelar ‘haji’ di depan nama orang yang baru pulang dari Tanah Suci. Hal itu bahkan dituangkan dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad Tahun 1903.
Kekhawatiran Belanda terhadap aktivitas umat Islam yang pulang dari ibadah berhaji tidak berhenti sampai di sana. Pemetintah Hindia-Belanda bahkan menetapkan Pulau Onrus dan Pulau Khayangan (sekarang Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu menjadi lokasi karantina untuk orang-orang yang pulang haji.
Jamaah ada yang dikarantina di sana untuk dirawat dan diobati karena sakit akibat jauhnya perjalanan menaiki kapal lau, tetapi ada juga yang disuntik mati kalau dipandang mencurigakan. Oleh karena itu, gelar haji menjadi semacam cap yang memudahkan pemerintahan kolonial untuk mengawasi umat yang akan pulang ke kampung halaman usai berhaji. (OZ/Ram)