Eramuslim.com – Ada nilai dan keyakinan yang dipertahankan sehingga orang rela mati dalam hunusan pedang lawan. Tapi keberanian di luar nalar itu memang sering muncul dalam detik-detik kebuntuan, cul-de-sac.
Claude de Forbin utusan Raja Louis XIV merekam perlawanan mengerikan itu, terkepung ribuan personel gabungan kerajaan Siam, Prancis, Inggris dan Portugis di pedalaman Thailand, 23 September 1686. Bernard Dorleans merangkum kisah heroik ini dalam Orang Indonesia & Orang Prancis dari Abad XVI sampai XX.
Tersebutlah Daeng Mangalle, bangsawan Gowa-Tallo dan kerabatnya diduga terlibat persekongkolan kelompok Melayu, Campa dan Makassar di Ayuthia. Mereka dituduh hendak menjarah kerajaan dan menghabisi Raja.
Raja Siam yang mengetahui rencana itu mengirim personel bersenjata termasuk bantuan pasukan Prancis yang berpusat di Bangkok. Orang-orang Melayu dan Champa mendapatkan pengampunan setelah meminta maaf kepada Raja.
Namun tidak bagi Daeng Mangalle. Ia merasa tak bersalah atas semua tuduhan itu. Sebagai bangsawan, pantang baginya mengacau di rumah orang. Karena itu ia merasa tak perlu meminta ampun.