Terhadap tuduhan seperti ini, Dan Brown sebagai penulis The Da Vinci Code berujar filosofis, “Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di masa lampau. Hal ini sama seperti sejarah. Seperti yang dinyatakan oleh Napoleon Bonaparte, sejarah merupakan sebuah kejadian di masa lalu yang kisahnya disetujui oleh beberapa pihak. Dan pihak yang menang atau berkuasalah yang menentukan sejarah ini. Lagi-lagi saya tekankan, seberapa akuratnya sejarah itu sendiri? Seberapa benar adalah benar?”
Selain itu, kode P.S yang dipahat pada nisan Marie de Blanchefort diyakini sebagai singkatan dari Priory of Sion. Beberapa perkamen yang ditemukan pendeta Bérenger Sauniére dari pilar Gereja di Rennes-le-Château, selatan Perancis, juga mengisyaratkan hal ini. Lalu ada pula Puri Gisors dengan menara penjagaan berbentuk segi delapan. Puri Gisors ini merupakan sebuah pusat Biara Sion setelah tahun 1188. Tidak banyak memang. Tapi hal yang sedikit tentu tidak bisa menjadikan kita mengenyahkan sama sekali ‘keberadaan’ dari organisasi misterius ini. Apalagi bagi beberapa peneliti, seperti yang ditulis The Holy Blood and the Holy Grail, mereka meyakini terdapat benang merah yang cukup kuat antara Ordo Sion atau yang kemudian dikenal sebagai Biara Sion dengan Ksatria Kuil (Knights Templar), dan kemudian mereka berubah menjadi Freemasonry dan segala bentuk organisasi sejenis lainnya.
Diyakini, hal tersebut tidak berhenti sampai di sini. Mereka terus menggunakan berbagai ‘topeng’ dengan berbagai ‘nama’ dalam bekerja. Adakah Masonic Bible, Scofield Bible , Bilderberger, Judeo-Christian (atau yang juga populer dengan sebutan Kristen Zionis) , kelompok Neo-Con yang kini berkuasa di Amerika Serikat, dan bahkan kampanye gerakan liberal dunia serta feminisme merupakan buah karya mereka pada abad ke-21? Agaknya sulit memastikan hal ini, tapi mengapa secara instinktif terasa sekali pertautannya. [bersambung/Rizki Ridyasmara]