Informasi itu lalu disampaikan kepada Presiden Soeharto. Namun demikian, Soeharto tetap nekat dan bersikeras tetap ingin melanjutkan lawatannya ke Bosnia. Kebulatan tekad Soeharto mengunjungi Bosnia membuat PBB meminta Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Moerdiono dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas yang turut mendampingi agar membujuk Presiden Soeharto untuk mau menandatangani surat pernyataan yang isinya PBB tidak bertanggung jawab jika selama kunjungannya ke Bosnia terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tanpa ada keraguan, Soeharto langsung menandatangani surat tersebut dan melanjutkan perjalanannya ke Bosnia dengan menggunakan pesawat carteran Rusia.
Kedatangan Soeharto ke Bosnia sebenarnya bukan tanpa tujuan. Soeharto pergi membawa misi untuk menengahi konflik serta menunjukkan simpatinya pada umat Muslim di sana yang mengalami penindasan oleh sekelompok etnis. Setelah satu jam perjalanan dari Bandara Kroasia. Soeharto akhirnya tiba di Bandara Bosnia.
Namun, ketika sampai di Bosnia, tiba-tiba Soeharto menolak menggunakan rompi antipeluru yang sudah dipersiapkan. Bahkan, Soeharto meminta Sjafrie untuk membawakan rompi antipeluru tersebut. ”Eh Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja,” kata Sjafrie menirukan ucapan Soeharto.
Sikap Soeharto yang terbilang nekat itu membuat abituren Akademi Militer (Akmil) 1974 ini kebingungan. Apalagi, Sjafrie yang kenyang dengan pengalaman tempur di medan operasi melihat sangat banyak sniper menggunakan munisi kaliber 12.7 mm di sekitar bandara dalam posisi siap tembak. Suasana pun semakin mencekam lantaran, suara dentuman meriam sangat jelas terdengar.