Zakat Tak Bisa Dikelola Secara Sentralisir

Semangat berzakat dan sedekah pada bulan Ramadhan sangat tinggi, meski belum menjadi kenyataan ada wacana dalam amandemen UU No.38/1999 tentang pengelolaan zakat untuk menghapuskan lembaga amil zakat non pemerintah, dan memusatkan semua kegiatan itu ke dalam satu badan memunculkan kekhawatiran. Karena ibadah zakat ini erat hubungannya dengan masalah kepercayaan.

Menanggapi hal itu, Direktur Circle of Information and Development Nana Mintarti menilai, penerapan itu perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, karena yang awalnya berperan menghidupkan zakat adalah partisipasi masyarakat.

"Lagi pula Indonesia bukan negara yang menerapkan sistem syariah Islam, kalau negara yang menerapkan syariah Islam okelah, negara itu yang mengangkat amil zakat, dia yang punya baitul mal, pokoknya seperti zaman kekhalifahan dulu, " kata pimpinan lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan umat itu.

Indonesia memang mayoritas muslim, namun menurutnya, untuk urusan yang bersifat keagamaan akan masuk pada wilayah ibadah, karenanya negara tidak berkewajiban untuk mengurusinya, sebab dalam prakteknya hal itu berjalan secara pribadi.

Lebih lanjut Nana menegaskan, kalau pada akhirnya pemerintah akhirnya menjadi regulator (pengatur) dalam pengelolaan zakat di tanah air, hendaknya tidak berubah fungsi menjadi operator.

"Biar saja lembaga-lembaga yang tumbuh dari partisipasi masyarakat ini berjalan seperti sedia kala, nanti diatur saja, yang nakal disemprit. Yang masih lemah kapasitas menajerialnya dibimbing. Karena masalah kemiskinan tidak bisa disentralisir, " ujarnya.

Ia mengatakan, keberadaan lembaga amil zakat yang amanah dan profesional seperti yang ada saat ini, justru dapat meringankan kerja pemerintah. Karena lembaga ini dapat menjangkau kantong-kantong kemiskinan yang selama ini tidak terjangkau oleh pemerintah.

Nana juga mengingatkan bahwa potensi zakat sangat mempengaruhi ekonomi secara makro, sebab zakat bisa meningkatkan komsumsi masyarakat miskin. Sehingga zakat bukan hanya dilihat dari unsur ibadah saja, tapi beririsan dengan wilayah ekonomi, di mana dapat menaikkan kemampuan ekonomi dari masyarakat dari mustahik (penerima) menjadi muzzaki (pemberi) zakat apabila dikelola secara baik. (novel)