Eramuslim.com -Pakar hukum tata negara Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, SH, M.Sc mengungkapkan bahwa sebelum reformasi, UUD 1945 telah menyatakan bahwa kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat dan dilaksanakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun, tanpa disadari, amandemen UUD telah mengubah secara fundamental kedaulatan bangsa Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Yusril dalam Seminar bertema ‘Kedaulatan Bangsa Pasca Reformasi’, di Aula Terapung Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (27/10) lalu.
“Tidak disadari amandemen telah berubah dari yang didebatkan dan dikompromikan dahulu oleh Founding Father Indonesia hingga akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945,” kata Yusril.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu menjelaskan bahwa konsep kedaulatan bangsa yang berada di tangan rakyat itu dilatarbelakangi oleh tiga aliran pemikiran besar.
“Yaitu Hukum adat, pemikiran Islam dan pemikiran politik modern. Semuanya ada di situ. Mereka belajar berkonsep berdasarkan tradisi eropa, maka jadilah kedaulatan di tangan rakyat dan dijalankan MPR,” jelasnya.
Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) itu juga mengatakan bahwa kata ‘MPR’ sendiri berasala dari bahasa Arab, yang terdiri dari Majelis, Permusyawaratan dan Rakyat.
“Majelis artinya orang-orang yang duduk, Musyawarah adalah membicarakan suatu bahasan, dan Ri’ayah (Rakyat), artinya rakyat, warga, orang-orang yang diurus. Itu musyawarah konsepnya jelas sekali bahwa rakyat kita memegang kedaulatan,” papar Yusril.
Selain itu, mantan Menteri Hukum dan HAM itu menegaskan bahwa hal itu memiliki konsep yang jelas, yaitu rakyat memegang kedaulatan, namun tidak bisa langsung menjalankannya.
“Mereka bermusyarawah untuk menjalankan negara ini. Maka komposisi MPR terdiri dari anggota dewan, anggota dari daerah dan golong-golongan. MPR dianggap sebagai miniatur bangsa ini. Ia mempresentasikan bangsa ini,” kata Yusril. (*/ls/swa)