Peran pondok pesantren sebagai pengelola konflik di tengah masyarakat semakin berkurang akibat dampak krisis ekonomi dan arus modenisasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur The Reform Institute Yudi Latif dalam diskusi, di Gedung KNPI, Kuningan, Jakarta, Jum’at (29/6).
Menurutnya, merosotnya peran pesantren dalam mengelola konflik yang terjadi dimasyarakat karena dampak krisis ekonomi yang menyebabkan hilangnya kemandirian pesantren, terutama dalam mencari dana bantuan, bahkan ada kecenderungan menjadi partisan pada partai politik tertentu.
"Dulu pesantren sangat mandiri dan independen, dikatakan independen karena mereka menguasai alat produksi yang mereka miliki, karena punya kekayaan itu mereka mandiri, dan tidak bergantung pada pemerintah, " tandasnya.
Lebih lanjut Yudi Latif mengatakan, potensi pesantren sebagai sarana konstruktif untuk menangani konflik yang terjadi pada masyarakat dapat dihidupkan kembali dengan inovasi baru, yang memperlihatkan fungsi independen dalam menangani konflik.
"Pesantren harus mempunyai peran strategis di tengah masyarakat, bisa diberdayakan sebagai penafsir budaya yang diperkuat dengan daya analisis sosiologi, tidak hanya agama. Misalnya pesantren berperan di garda terdepan sebagai upaya menciptakan kondisi yang baik, dan juga membela kaum tertindas seperti pada korban lumpur Lapindo, " jelasnya.
Terkait adanya penelitian yang menyebutkan pesantren menjadi ladang subur bagi terorisme serta memicu lahirnya radikalisme, Yudi membantah penilaian tersebut. Ia menganggap, seharusnya terorisme tidak hanya dilihat dari pesantren, misalnya dengan mengklaim Pesantren Ngruki pimpinan Ustad Abu Bakar Baasyir sebagai tempat lahirnya terorisme di Indonesia. (novel)