Eramuslim – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta pemerintah tak sembarang menggunakan pasal makar dalam suatu kasus. YLBHI menilai sesuatu bisa dikatakan makar jika ada upaya percobaan serangan.
“Makar itu sebetulnya di dalam kitab undang-undang aslinya itu ‘anslah’ dan itu artinya serangan, jadi dikatakan makar apabila ada serangan atau percobaan serangan, kalau tidak ada upaya melakukan serangan, ya tidak makar namanya,” kata Ketua Umum YLBHI, Asfinawati, di gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).
YLBHI menilai penggunaan pasal makar juga bertentangan dengan demokrasi dan substansi hukum. Menurut Asfinawati, setiap orang harus ditindak sesuai dengan pelanggaran hukum yang dilakukan.
“Harusnya kalau ada pelanggaran hukum ya pakai pelanggaran hukum yang ada, kalau tidak ada ya dibebaskan tapi jangan sampai menggunakan pasal makar sembarangan,” ujarnya.
Selain penggunaan pasal makar, YLBHI mencatat 10 kebijakan lainnya yang bertentangan dengan demokrasi dan substansi hukum, termasuk rencana menentukan tim asistensi hukum hingga larangan untuk golput dalam pemilu. Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan kebebasan berpendapat.
Selain itu, pembentukan undang-undang ormas dan rencana pembentukan dewan kerukunan nasional masuk dalam poin tersebut. YLBHI pun meminta kebijakan-kebijakan tersebut segera dihentikan.
“Meminta kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan hukum dan rule of law dicabut dan dihentikan segera. Meminta agar kebijakan-kebijakan yang melawan hukum, bertentangan dengan rule of law dan merusak demokrasi tidak lagi dikeluarkan,” pungkas Asfinawati. (dtk)