Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi menilai, kenaikan tarif tol ini bisa memicu kelesuan ekonomi, saat daya beli konsumen sedang menurun. Sebab kenaikan itu akan menambah beban daya beli masyarakat dengan meningkatnya alokasi belanja transportasi masyarakat.
“Kenaikan tarif tol dalam kota tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (5/12).
Menurutnya, kenaikan tarif tol seharusnya dibarengi dengan kelancaran lalu-lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol. Saat ini fungsi jalan tol justru menjadi sumber kemacetan baru, seiring dengan peningkatan volume traffic dan minimnya rekayasa lalu lintas untuk pengendalian kendaraan pribadi.
“Kenaikan tarif dalam kota juga tidak adil bagi konsumen karena pertimbangan kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian PUPR hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol, yakni dari aspek inflasi saja. Sedangkan aspek daya beli dan kualitas pelayanan pada konsumen praktis dinegasikan,” sambungnya.