“Berbagai upaya tetap kita lakukan meskipun sampai saat ini belum ada titik temu. Kita tidak akan berputus asa,” katanya sembari menyampaikan bahwa di tingkat internasional para ahli astronomi juga belum satu kata dalam penentuan awal bulan Islam.
Menurutnya saat ini para ahli falak sudah berbesar hati untuk mencari titik persamaan dengan memunculkan kriteria imkanurrukyat atau visibilitas pengamatan. Kriteria ini menegaskan bahwa hilal hanya bisa diamati dengan syarat tertentu dan jika tidak terpenuhi, maka laporan pengamatan hilal bisa ditolak.
Di sisi lain, kriteria imkanurrukyat dalam penyusunan almanak merupakan salah satu cara untuk memangkas perbedaan dalam penentuan awal bulan. Meski tidak semua ahli falak setuju, kriteria ini merupakan salah satu alternatif titik temu antara para ahli yang berpedoman pada hisab dan rukyat.
“Kriteria imkanurrukyat itu menunjukkan bahwa ahli astronomi kita sudah semakin legowo untuk menuju pada satu kesamaan. Meski sudah seperti itu, perbedaan masih terus saja terjadi. Dan kita tidak pernah berputus asa. Berbagai upaya terus kita lakukan,” katanya.
Dalam kesempatan itu Dirjend Bimas Islam menyampaikan, sebagai bentuk komitmen Kemenag dalam mengembangkan ilmu astronomi, pihaknya juga telah merintis program studi ilmu falak di perguruan tinggi Islam baik di tingkat S1, S2 dan S3 seperti di IAIN Walisongo Semarang.
“Upaya pengembangan bidang studi ini harus dilakukan. Jika tidak, maka ahli falak akan semakin sedikit, karena memang bidang ini tidak banyak diminati,” kata Abdul Djamil.
Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Dr. H. Ahmad Izzuddin M.Ag. menambahkan, pihaknya akan memfasilitasi perwakilan tokoh dan ahli astronomi dari berbagai ormas untuk mengadakan pertemuan pada Juni 2013 nanti.
“Kita akan fasilitasi perwakilan ormas untuk menyampaikan pemikiran masing-masing dan ditindaklanjuti dengan upaya memberikan data kepada pemerintah agar bisa memberikan keputusan terbaik dalam penentuan awal bulan, terutama Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah,” katanya.
Sementara itu kegiatan Penyerasian Almanak Tingkat Nasional sendiri akan berlangsung sampai Sabtu (12/5) besok. Kegiatan ini diikuti sedikitnya 60 ahli falak dari berbagai daerah.
Ketua Lajnah Falakiyah PBNU KH A. Ghazali Masroeri mengatakan, sedikitnya ada 20 metode hisab yang berkembang di Indonesia, dan diantaranya memiliki tingkat perbedaan yang cukup signifikan. Maka perlu ada upaya yang disebut oleh Lajnah Falakiyah sebagai “penyerasian hisab”.
“Perbedaan hisab bisa menjadi persoalan. Maka kita lakukan penyerasian hisab atau hisab jama’i yang nantinya akan dipublikasikan dalam bentuk almanak bersama,” kata Kiai Ghazali. (***)
Red : Silahkan baca juga Awal Puasa 2013 : Muslim Perancis, Turki, Bosnia Sepakat Awal Puasa 9 Juli 2013