“Semakin Istana membantah (denial), semakin terlihat bahwa ada problem besar, tapi ini berlangsung dua lapis kecemasan. Kecemasan kesehatan dan kecemasan politis,” sambungnya.
“Bagian-bagian ini kan gak bisa sekadar diucapkan oleh mereka yang sok-sok habis ketemu Presiden. Presiden bilang aman, jadi semuanya bohong.”
Rocky Gerung juga menilai pernyataan Pemerintah yang menyebut bahwa situasi Indonesia dalam keadaan aman merupakan kamuflase belaka.
Ia mencoba membuktikan hal tersebut dengan pengamatannya terkait isu banyaknya WNA yang memutuskan untuk pergi dari Indonesia dan kembali ke negara asalnya.
“Kebohongan itu terlihat akhir-akhir ini. Semuanya eksodus, ramai-ramai orang pulang keluar dari Indonesia.”
Rocky Gerung mengungkapkan bahwa kemampuan pihak asing untuk mendeteksi keadaan di Indonesia menjadi salah satu sebab hengkangnya sejumlah WNA.
Ia lalu menekankan, China yang selama ini selalu mengirimkan TKA-nya ke wilayah Indonesia justru merupakan salah satu negara yang WNA-nya ramai-ramai hengkang karena kemungkinan memiliki intelijen yang tersebar di berbagai penjuru Tanah Air.
“Jadi, terlihat bahwa kemampuan asing untuk mendeteksi keadaan itu yang menyebabkan mereka pergi. China apalagi, mungkin mereka udah nyebar intelnya ke mana-mana dan melihat potensi krisis rasial.”
Hengkangnya sejumlah WNA dari Indonesia disebut Rocky Gerung sebagai salah satu tanda-tanda berakhirnya masa kekuasaan rezim Presiden Jokowi.
Rocky Gerung juga kembali menyindir kalangan buzzer Istana yang tidak terlatih untuk mengamati sebuah isu dari bawah permukaan.
“Jadi, saya melihat ini satu faktor yang mempercepat ‘the end game’. Kita sebetulnya kalau mau menganalisis, kita tau faktor-faktor strategis, faktor-faktor komplementer, dan faktor-faktor yang sebetulnya under current, yang di bawah permukaan,” ujarnya.
“Ini buzzer gak ngerti tuh, pejabat-pejabat Istana yang sok-sok jadi juru bicara juga enggak ngerti karena mereka gak terlatih untuk lihat under current politics-nya apa,” tandas Rocky Gerung. [terkini]