Prinsipnya, Zaitun sepakat dengan rencana sertifikasi kegiatan bimbingan teknis (bimtek) bagi para dai. Melalui dai, pesan-pesan dakwah akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Dai merupakan penyampai pesan agama yang dinilai mampu memengaruhi masyarakat, baik dalam kata maupun akhlak (perbuatan).
“Misalnya perlu diadakan sosialisasi, perlu diadakan pertemuan bagaimana memperkuat kebangsaan, itu bagus. Namun, kalau hanya untuk menyasar orang-orang tertentu, itu kesimpulan yang berlebihan,” ujarnya.
Sebelumnya, Tarmizi menjelaskan, Kemenag akan melakukan bimbingan teknis (bimtek) kepada para mubalig terkait wawasan kebangsaan dan keindonesiaan. Sebelum bulan suci Ramadan, ditargetkan ada 100 muballig yang akan mengikuti bimtek dari masing-masing provinsi.
“Jadi, nanti setelah di bimtek, mereka dikasih sertifikat, bukan sertifikasi mubalg, tapi mubalig yang ikut bimtek dikasih sertifikat. Sertifikasi mubalig beda lagi,” katanya di kantor Kemenag, Selasa (18/2).
Tarmizi mengatakan, program ini bersifat sukarela dan tidak ada keharusan mengikuti program bimtek bagi mubalig. Namun, dia menilai, wawasan kebangsaan penting dimiliki oleh setiap warga negara, apalagi seorang mubalig atau penceramah.
“Misal, ada yang mau menggunakan mubalig Kemenag, maka ini orang-orangnya yang sudah ikut bimtek. Bukan kita tidak merekomendasi yang lain, kalau ada yang minta, ini yang sudah kita latih,” ujarnya.
Selain penguatan pemahaman kebangsaan dan kenegaraan, Ditjen Bimas Islam Kemenag juga akan memperkuat metode dakwah mubalig. Para mubalig harus piawai dalam menyampaikan ceramah sesuai dengan kondisi mad’u (objek dakwah) dan mujtami’ (lingkungan masyarakat) sekitar.
“Ente berceramah ditempat orang NU yang biasa tahlilan, ente haramkan tahlilan itu, bisa benjol (kepala), amplop nggak dapat nanti. Makanya, kita harus punya siasat dakwah dengan melihat situasi dan kondisi,” katanya. (ns)