Warga Jakarta Berkomentar Soal Seruan Boikot Produk AS

Serangan Israel yang membabi buta ke Libanon sejak pertengahan Juli, menewaskan seribu lebih warga sipil di antara merak kebanyakan kaum perempuan dan anak-anak. Begitu pula yang terjadi di Palestina, serangan Israel telah mengakibatkan banyak infrastruktur yang rusak dan korban jiwa.

Sebagian besar pemimpin negara-negara didunia menilai Israel sudah melakukan kejahatan kemanusiaan. Sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina dan Libanon, belakangan ini gencar seruan untuk memboikot produk-produk AS dan Israel. Di Indonesia sebagian ormas-ormas Islam, tokoh Islam, dan beberapa tokoh politik yang mendukung perdamaian di Palestina dan Libanon juga sudah mengeluarkan himbauan yang serupa, agar umat Islam menghentikan penggunaan produk AS.

Bagaimana tanggapan masyarakat Ibukota tentang himbauan boikot produk AS, Israel dan negara pendukungnya?

Elfira (26 tahun) mengatakan, sebagai salah satu langkah mendukung perjuangan rakyat Palestina dan Libanon, dirinya setuju dengan himbauan pemboikotan produk AS, Israel dan negara pendukungnya, meskipun ia mengaku tidak tahu secara spesifik produk-produk AS tersebut.

“Kalau kita tahu berapa persen produk itu buat mendanai perang, kenapa harus dibeli. Kalau toh hasilnya itu untuk membeli persenjataan, berarti kita sudah ikut menggempur Libanon dan Palestina,”ujarnya pada eramuslim.

Dirinya mengaku sudah tidak mengkonsumsi lagi produk-produk buatan AS yang sudah melekat di dimasyarakat, seperti Coca Cola dan McDonald, namun belum mengetahui produk sehari-hari apa lagi yang harusnya dihindari penggunaannya.

Ia mengatakan, seandainya ada keterangan yang lebih jelas dan bisa dipertanggungjawabkan produk-produk apa yang mesti dihindari penggunaannya, langkah ini akan lebih efektif dan optimal.

Mengenai dukungan pemerintah Indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian di Libanon dan Palestina Elfira menyatakan, sepertinya pemerintah masih belum mempunyai kekuatan dalam mengambil tindakan langsung, paling tidak yang bisa dilakukan oleh masyarakat saat ini adalah aksi demonstrasi ke jalan menyuarakan sikap tidak setuju atas agresi Israel.

“Setahu saya kita baru berencana kirimkan TNI kesana, tetapi kayaknya pemerintah belum mempunyai kekuatan untuk mengambil tindakan langsung, paling yang bisa dilakukan hanya demonstrasi, sebenarnya itu belum cukup efektif,” tandasnya.

Warga Jakarta lainnya, Muchlis Fajaruddin (35 tahun) menyatakan, meskipun dirinya setuju dengan himbauan pemboikotan terhadap produk-produk AS, Israel dan negara pendukungnya sebagai langkah membantu proses gencatan senjata, namun Ia menganggap hal ini tidak akan efektif, karena umumya masyarakat Indonesia khususnya umat Islam tidak tersosialisasikan dengan baik produk apa yang menjadi lisensi AS atau kroni-kroni Israel.

“Alangkah baiknya kalau boikot produk-produk AS atau kroni Israel dibarengi dengan sosialisasi, artinya jangan hanya mencuatkan produk-produk tertentu saja seperti Mc-D, KFC, Pizza Hut, dan lain-lain, akan lebih bagus lagi disosialisasikan produk yang lain,”jelasnya.

Ia menambahkan, pemboikotan ini sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh umat Islam saja, tetapi secara resmi pemerintah juga mengeluarkan pernyataannya, jika memang hal itu diperlukan untuk membantu Saudara-Saudara kita di Libanon dan Palestina.

Dirinya mengaku sudah berusaha menghindari penggunaan produk buatan AS dan melakukan sosialisasi kepada keluarganya untuk tidak memakai dan memakan produk AS, tetapi memang itu bukan hal yang mudah, karena dalam prakteknya pasti berangsu-angsur akan kembali lagi menggunakannya itu disebabkan karena produk dalam negeri banyak yang belum diminati oleh masyarakat.

“Kalau umat Islam memboikot produk-produk lisensi AS, umat Islam harus mampu meningkatkan produksi dalam negeri, dan mampu mengeluarkan produk yang bagus sehingga bisa disukai seluruh masyarakat, karena seruan boikot ini jika tidak diikuti dengan pembuatanproduk alternatif, akan sulit, itu hanya temporer saja,” tandasnya.

Mengenai peran pemerintah dalam dalam mengakhiri konflik yang terjadi di Timur Tengah, Muchlis menegaskan, upaya pemerintah sudah cukup maksimal, tetapi memang hanya sebatas itu kemampuan Indonesia, bagaimanapun ekonomi Indonesia masih tergantung dengan bantuan AS, memang hal yang dilematis. Namun inisiatif Indonesia dengan negara-negara OKI dalam pertemuan di Malaysia beberapa waktu lalu sudah cukup bagus, tetapi akan lebih baik lagi apabila hasil tersebut terus-menerus disuarakan, jangan pernah berhenti sampai benar tercipta situasi yang lebih kondusif.

Berbeda dengan Muchlis, Riyanti Susatyo (22 tahun) mengatakan, pada dasarnya ia setuju dengan himbauan boikot produk AS, Israel dan negara pendukungnya, sebagai upaya membantu perjuangan bangsa Palestina dan Libanon, namun ia mengangap hal itu pasti tidak semudah himbauan yang dilontarkan, karena produk yang merajai pasar di sini sudah dikuasai produk AS dan sekutunya.

“Sebenarnya aku setuju, tetapi aku kira pasti faktanya tidak semudah yang dilontarkan, karena produk yang akan diboikot itu adalah produk yang merajai pasar,” tegasnya.

Dirinya mengakui sudah mulai mengurangi konsumsi produk lisensi AS seperti tidak makan Mc-D, dan tidak minum Coca Cola, dan berusaha mencari alternatif lain. Karena menurutnya masih banyak produk-produk lain yang tidak kalah nikmatnya.

Mengenai penilaian atas usaha pemerintah mendukung perjuangan Palestina dan Libanon Riyanti menyatakan upaya pemerintah sudah cukup maksimal, meski terlihat belum terlalu keras, tetapi setidaknya tidak tinggal diam melihat agresi yang dilancarkan oleh Israel. Dan untuk solidaritas umat Islam di Indonesia juga sudah cukup maksimal, hal ini dapat terlihat dari bentuk partisipasi terkecil dengan turun ke jalan memperlihatkan kepada dunia ketidaksetujuan bangsa Indonesia terhadap agresi Israel. (novel)