Wanted, Death Or Alive!

Kasus rusuh Monas, Ahad (1/6) lalu masih menyisakan banyak pertanyaan. Berbagai media massa sekuler, baik itu media cetak maupun teve, tidak lagi terlihat getol memberitakannya. Ini disebabkan pemerintah akhirnya mengeluarkan SKB Tiga Menteri yang memerintahkan agar kelompok sesat Ahmadiyah berhenti melakukan semua kegiatannya (9/6).

Tudingan biang keladi rusuh Monas yang tadinya banyak diarahkan ke FPI pun kini sudah tidak lagi demikian. Banyak tokoh masyarakat maupun pejabat negara yang berbalik menuding AKKBB sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. Kapolri Jenderal Soetanto sendiri dalam sebuah kesempatan di depan anggota DPR menyatakan dengan tegas jika rusuh Monas bisa terjadi karena ulah AKKBB sendiri yang menyalahi janji tentang rute aksi demo dan melakukan provokasi kepada massa umat Islam di Monas. “AKKBB sendiri yang cari-cari masalah!” tandas Kapolri (12/6).

Hanya saja, pengusutan atas kasus rusuh Monas yang dilakukan oleh pihak kepolisian terasa sekali berat sebelah alias tidak memenuhi asas keadilan. Ketua FPI Habib Rizieq yang tidak tahu apa-apa, tidak berada di TKP dan tidak memerintahkan penyerangan, ditangkap dan ditahan. Namun tokoh-tokoh AKKBB sampai hari ini masih saja bebas melenggang dalam kebebasan. Jika polisi adil tentu tokoh-tokoh AKKBB juga harus diseret dan dipenjarakan seperti Habib Rizieq. Apalagi organisasi bernama AKKBB merupakan organisasi yang tidak tercatat keberadaannya di Departemen Dalam Negeri alias organisasi ilegal.

Salah satu yang harusnya ditelusuri pihak kepolisian dalam kasus rusuh Monas adalah seorang pria berkostum AKKBB, berada di tengah-tengah massa AKKBB, yang membawa-bawa senjata api dalam aksi unjuk rasa tersebut. Lelaki ini harus dikejar, dijadikan buronan (DPO), dicekal tidak boleh keluar negeri, untuk diseret ke proses hukum karena melakukan perbuatan yang jelas-jelas melanggar hukum.

Beberapa hari lalu, dalam milis-milis di dunia maya, foto lelaki tersebut beredar. Wajahnya jelas dan pistol yang dibawanya pun jelas. Dengan bekal ini seharusnya polisi mampu mengejarnya. Jika perlu polisi harus menyebarkan gambar tersebut, menggambar ulang wajah tersebut dan menyebarkannya ke semua tempat-tempat umum di Indonesia. Gambar-gambar ini harus ditempel di stasiun kereta api, bandara udara, terminal, halte bus, rumah-rumah makan, pelabuhan, kantor-kantor, pangkalan ojek, dan sebagainya.

Agar lebih mudah, harusnya polisi menyeret dahulu tokoh-tokoh AKKBB untuk bertanggungjawab atas aksi demonya kemarin tersebut, sama seperti cara pengusutan polisi terhadap tersangka kasus terorisme. Karena orang yang bawa-bawa senjata api dalam aksi demo yang diklaimnya “aksi damai” sama saja dengan teroris yang berbahaya. Kita tunggu saja polisi mengejarnya, atau jika perlu, umat Islam akan mencarinya sendiri? Death or Alive. (rz)