Perwakilan organisasi Islam Muhammadiyah tetap menghadiri sidang isbat yang digelar Kementerian Agama sore ini. Meski hadir dalam sidang yang menentukan awal Ramadan tersebut, Muhammadiyah tetap bergeming memulai puasa Ramadan pada Sabtu (28/6/2014) besok.
“Kehadiran kita di sini bukan untuk berunding itu karena sudah buat keputusan. Kehadiran ini hanya untuk menghormati undangan menag. Jadi tidak mendebatkan,” ujar Ketua bidang Tarjih dan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas di Kantor Kemenang, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (27/6/2014).
Yunahar mengatakan Muhammadiyah telah menetapakan awal Ramadan melalui metode hisab pada 8 Mei 2014 lalu. Dia menjelaskan, metode yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab hakiki wujudulhilal yang berbasis pada penghitungan eksistensi. Berbeda dengan rukyah, melalui metode hisab tidak perlu melakukan pengamatan langsung terhadap hilal (bulan baru). Karena berdasarkan teori, kemunculan hilal dapat diprediksi.
“Kalau ini kan basisnya, observasi dilihat, kalau kita eksistensi. Kalau sudah ada (penghitungan), enggak perlu (bulan baru/hilal) dilihat. Bulan baru itu ditetapkan berdasarkan 3 kriteria: terjadi ijtimak. Ijtimak itu harus sebelum magrib dan pada saat matahari terbenam, bulan masih ada di atas ufuk plus berapa derajat saja, misal nol koma nol sekian, itu tidak apa-apa. Sekarang menurut hisab Muhammadiyah, ijtimak terjadi pukul 15.10 di Yogja, berarti syarat pertama dan kedua terpenuhi. Yang ketiga, bulan masih ada 0 derajat 31 menit 17 detik (ketinggiannya) berarti sekitar 1/2 derajat. Tapi bagi Muhammadiyah itu sudah wujud. Dengan demikian malam ini sudah 1 Ramadan,” jelasnya.
“Jadi berbeda dengan rukyah. Menurut saya enggak perlu lihat-lihat (hilal) lagi di beberapa titik, itu mubadzir saja. Secara teoritis sudah bisa diputuskan tapi karena sudah tradisi ya silakan,” pungkas Yunahar. (Dtk/Kh)