Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam melakukan Judicial Review terhadap suatu UU harus dibatasi. Menurutnya, pengujian UU terhadap UUD 1945 hanya bisa dilakukan MK terhadap pasal-pasal dalam UU yang diputuskan secara voting dan didukung kurang dari 2/3 fraksi-fraksi di DPR.
Ia menjelaskan revisi UU tersebut khususnya pada pasal 10. "UU No.24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi perlu direvisi khususnya pada pasal 10 perlu dibatasi kewenangannya," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Almuzzammil Yusuf di Jakarta, Rabu (20/9).
Ia menambahkan, untuk pasal-pasal yang disetujui secara aklamasi dan didukung mayoritas 2/3 atau lebih fraksi, tidak boleh dilakukan Judicial Review. "Hal ini penting agar jangan sampai semua produk hukum yang dihasilkan pemerintah dan DPR yang beranggota 550 orang, bisa dibatalkan dengan mudah oleh voting dari minimal 5 dari 9 orang anggota MK," terangnya.
Almuzammil menyatakan, Judicial Review yang dilakukan MK selama ini, misalnya UU No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY), yang menyatakan bahwa wewenang pengawasan KY terhadap perilaku hakim yang dimaksud UU KY pasal 20 dinyatakan bersifat tidak mengikat, sungguh merupakan keputusan yang terasa sangat kontroversial.
Terkait dengan hal itu, katanya, Komisi III DPR juga harus segera melakukan revisi dan sinkronisasi berbagai UU yang terkait dengan UU KY, seperti UU MK, MA, Kekuasan Kehakiman, Peradilan Umum, PTUN, Peradilan Agama dan Peradilan Militer.
Hal itu perlu dilakukan agar tidak terjadi konflik kewenangan pengawasan hakim, yang hanya akan melemahkan fungsi pengawasan tersebut. "Ini adalah kerja besar dan monumental DPR khususnya Komisi III, sebagai jawaban atas amanat UUD 45 pasal 24B ayat 1," imbuhnya. (dina)