Eramuslim – Wacana pemerintah membangkitkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai sebagai bentuk penjajahan terhadap rakyat.
Pernyataan ini dilontarkan tegas Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah seperti dilansir laman Dpr.go.id, Rabu (7/2).
Menurut Fahri, pasal penghinaan terhadap presiden adalah pasal peninggalan Belanda, yang ditujukan untuk penghinaan kepada pemimpin-pemimpin kolonial, ratu Belanda, Gubernur Jenderal dan lain-lain.
“Pasal ini memang digunakan bukan di Belanda, tapi di negara-negara jajahan, jadi kalau pasal ini hidup itu sama dengan presiden itu menganggap dirinya penjajah dan rakyat itu yang dijajah,” ujar Fahri Hamzah.
Fahri menegaskan bahwa penghidupan kembali pasal penghinaan presiden sebagai kemunduran yang luar biasa.
“Penghidupan pasal tersebut harus dihentikan, karena sama saja memutarbalik jarum jam peradaban demokrasi kita jauh ke belakang, mudah-mudahan Pak Jokowi paham bahwa ini kesalahan yang fatal,” tegas Fahri.
DPR dan pemerintah kini sepakat pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden masuk ke dalam RKUHP. Pasal ini tetap dipertahankan meski sudah pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan, pasal terkait penghinaan presiden ini diperluas di pasal selanjutnya dengan mengatur penghinaan melalui teknologi informasi.