Kasus pemberian visa sementara terhadap 42 warga Papua di Australia tidak lepas dari keterlibatan LSM lokal yang mempunyai jaringan dengan pemerintah Australia. Sehingga ke 42 warga Papua tersebut dengan mudah mendapatkan visa tersebut. Karena itu pemerintah harus bersikap tegas dan tidak melempem. Apalagi Australia sudah sering mengganggu kedaulatan NKRI, dan Papua sudah lama akan diseret-seret ke dunia internasional.
“Upaya itu terjadi sejak Konferensi Meja Bundar (KMB), Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), rusuh Abepura, sampai pemberian visa kepada 42 warga Papua. Jadi, banyak Negara barat yang menginginkan Papua,” jelas Wakil Ketua DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Rabu (5/4).
Menurut Mbah Tardjo, sapaan akrab politisi gaek PDIP itu, sebaiknya pemerintah Indonesia menyelesaikan terlebih dahulu masalah Papua. Tidak langsung ke Australia, karena diduga kuat ada LSM yang terlibat kasus Papua tersebut. Ia menambahkan, tidak mungkin tiba-tiba rakyat Papua minta suaka ke negeri kanguru itu. Oleh sebab itu jangan sampai pemerintah terjebak permainan politik pecah belah bambu Australia tersebut.
“BIN, Polri, dan aparat pemerintah harus bekerja keras untuk mengejar dalang LSM itu dan tidak perlu emosional karena akan menguntungkan Australia, apalagi memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia,” kata Mbah Tardjo.
Temui 42 Warga Papua
Sejumlah anggota Komisi I DPR seperti Yuddi Chrisnandy, Happy Bone Zulkarnaen (Golkar), Ali Mochtar Ngabalin (BPD), Jefry J. Masse (PDS), Deddy Jamaluddin Malik (PAN), Effendi Simbolon (PDIP), kemarin kembali memberikan keterangan pers dan tetap bertekad untuk berangkat ke Australia.
Selain bertemu parlemen Australia, mereka juga akan berusaha menemui ke 42 warga Papua untuk diajak kembali pulang ke Papua. Mereka ini sudah konsultasi dengan Panglima TNI Djoko Soeyanto, Kapolri Sutanto, BIN, Mendagri, dan sudah mendapat persetujuan Ketua DPR RI Agung Laksono, tapi tanggal keberangkatannya menuggu kesiapan parlemen Australia.
Keberangkatan itu atas nama DPR RI, namun biaya sendiri. “Kami sama sekali tidak membebani APBN,”ujar Effendi Simbolon. Terkait dengan hal itu, Sekjen DPR RI Faisal Jamal kini masih terus memproses agenda pertemuan dengan parlemen Australia tersebut. Jika nanti sesudah bertemu parlemen Australia kata Jefry Masse rombongan juga akan menemui ke 42 warga Papua itu.
Namun, untuk bertemu PM John Howard maupun Menlu Alexander Downer pihaknya akan melihat perkembangan. “Yang pasti kami ke Australia ini atas nasionalisme bangsa yang sedang krisis. Sebab, kalau dibiarkan Papua bisa lepas dari NKRI. Untuk itulah kami berangkat ke Australia dan kita jangan jadi pemadam kebakaran jika Papua merdeka,” kata Happy Bone.
Ditanya bagaimana jika Australia tidak merespon atau menolak? Yuddi Chrinandi menegaskan, “Jika kita ditolak berarti Australia benar-benar tidak mau bersahabat dengan Indonesia. Karena itu DPR akan mendesak pemerintah untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia. Bahwa kita ke Australia itu karena pemerintah tidak tegas dan melempem menghadapi Australia. Padahal kalau hubungan diplomatik diputuskan kita tidak akan rugi.” (dina)