Dikatakannya, perilaku korupsi di Indonesia sudah menggurita dan tersistem dengan masif. Sehingga orang melakukan praktik korupsi lebih cenderung karena terpaksa oleh sistem koruptif yang ada tanpa ada pilihan lain. “Dalam bahasa agama, keilmuan seseorang ada yang hanya sampai pikiran, ada yang sampai masuk ke dalam hati,” ujarnya.
Zainut menjelaskan, tingkat keilmuan yang hanya ada di pikiran (aspek kognitif) saja hanya akan berhenti pada tataran pengetahuan saja. Tanpa ada aspek pengamalan di dalamnya. Sedangkan keilmuan seseorang yang bisa sampai ke hati, akan terbentuk dalam sebuah karakter dan menjadi amaliah yang akan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, kata dia, dalam meneliti sikap dan perilaku seseorang dari segi agama tidak sesederhana metode survei yang dilakukan. Beragam aspek dan situasi yang melingkupinya perlu dijadikan pertimbangan dalam menyimpulkan sebuah fenomena yang terjadi.
“Jadi, tidak pada tempatnya kalau agama dijadikan alasan utama seseorang melakukan perilaku koruptif, seperti gratifikasi dan tindak pidana lainnya,” ujarnya.
Tercatat sebanyak 1.540 responden di 34 provinsi pada 16-22 Agustus 2017. (Rol/Ram)