Eramuslim.com – Jokowi bukan ekonom, namun dia bisa-bisanya mengatakan jika utang luar negeri adalah solusi untuk menggenjot pembangunan infrastruktur dan akhirnya berujung pada pertumbuhan ekonomi nasional. Bukan itu saja, Jokowi juga berkilah jika utang besar-besaran yang diciptakan pemerintahannya pada paruh delapan bulan pertama ini, tidak akan merepotkan bangsa Indonesia di masa mendatang.
Belum genap satu tahun memimpin, pemerintahan yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai rezim KW-3 alias rezim asal-asalan ini sudah berprestasi menumpuk utang luar negeri hampir 900 Triliun rupiah. Bukan itu saja, jutaan buruh pribumi telah di PHK namun malah mendatangkan ribuan pekerja Cina untuk bekerja di Indonesia. Semua ini menuai kritik dan kecaman yang tajam dari berbagai kalangan.
“Solusi lain yang kita kejar adalah bekerja keras untuk galang dana investasi terutama dari Jepang, Korea, Tiongkok, Singapura, dari Jerman, dari Amerika,” ujar Jokowi di hadapan para ekonom dan pelaku usaha dalam forum yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Convention Center, Jakarta (9/7).
“Tapi orang bertanya, banyak bertanya, apakah utang negara akan naik tajam akibat pendanaan ini? Pendanaan ini untuk investasi yang meningkatkan produktivitas. Bukan utang untuk konsumtif, bukan utang untuk subsidi BBM,” tegas Jokowi lagi.
Menurut dia, utang yang dibuat pemerintahannya sudah melalui perhitungan keuntungan dan manfaat. Bahkan ia yakin, utang luar negeri akan mendorong pertumbuhan ekonomi sampai 1 persen pada tahun 2016 mendatang.
“Dengan kebijakan yang kita rancang, pada sisa tahun 2015 ini stimulus ekonomi akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi 0,1 sampai 0,3 persen, dan di tahun 2016 stimulus eknomi yang ada akan mendorong pertumbuhan ekonomi 0,5 persen sampai 1 persen,” sebut Jokowi dengan muka yang begitu yakin.
Tentu saja, hal ini membuat para ekonom nyengir kuda. Bukannya apa-apa, sejak zaman Fir’aun, Karl Marx, Adam Smith, sampai zaman Robert Mugabe melamar Obama, yang namanya utang adalah beban, bukan solusi. Sebab itu, Bung Karno, yang sama-sama insinyur seperti Jokowi namun kemampuan intelektuilnya sangat jauh di atasnya, bagai lapisan langit ketujuh berbanding dasar palung samudera, berjuang agar Indonesia bisa menjalani prinsip ekonomi berdikari, yang artinya berdiri di atas kaki sendiri, bukan ngutang. Jokowi harusnya paham hal yang remeh seperti ini. Alangkah sedihnya, bangsa yang besar seperti Indonesia memiliki pemimpin yang seperti ini.(rz)