Eramuslim.com – Peneliti utama vaksin dendritik Nusantara, Johnny, angkat bicara soal heboh vaksin Nusantara diakui dunia. Ia menjelaskan maksud dari vaksin Nusantara diakui dunia bukan berarti sudah mendapat persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Bukan diakui dunia seperti disetujui WHO, itu sudah di-publish di jurnal PubMed kan, jurnal internasional. Artinya, sudah dilirik dunialah,” demikian jelas Johnny saat dihubungi detikcom Sabtu (24/7/2021).
Ia sekaligus menegaskan artikel di jurnal internasional PubMed berjudul ‘Dendritic cell vaccine immunotherapy; the beginning of the end of cancer and COVID-19’ bukan laporan terkait uji klinis vaksin COVID-19 dendritik.
Artikel itu merupakan sebuah hipotesis teknologi dendritik untuk vaksin COVID-19.
Lebih lanjut, Johnny menyebut sikap para peneliti hingga kini tetap mematuhi nota kesepahaman (MoU) bersama Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga TNI AD.
Artinya, para peneliti vaksin Nusantara tidak bisa melanjutkan uji klinis ke fase III selama masih ada MoU tersebut.
“Kan sesuai MoU (nota kesepahaman) itu, kami masih menunggu. Kami nggak bisa lanjut ke fase tiga,” kata dia.
Seperti diketahui, vaksin Nusantara kini ditetapkan menjadi penelitian berbasis pelayanan.
Namun, di luar itu, Johnny mengklaim uji klinis fase II vaksin Nusantara yang sudah dilaksanakan sebelum munculnya MoU menunjukkan hasil yang baik.
“Soal kejadian tidak diinginkan (KTD) itu kita semua yang dilaporkan derajat ringan, malah jauh lebih ringan dibandingkan vaksin COVID-19 lain,” sambungnya.
Adapun KTD yang semula dilaporkan dalam hasil uji fase II adalah seperti berikut.
- Pegal: 17 orang
- Memar: 3 orang
- Kemerahan: 3 orang
- Gatal: 1 orang
[Detik]