Eramuslim.com – Mencengangkan, setahun Jokowi Presiden, utang RI tembus di angka Rp 3.074,82 triliun. Data tersebut dilansir Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga Bulan November 2015.
Utang tersebut meroket Rp 53,52 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya, sebesar Rp 3.021,30 triliun. Dalam denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah pusat pada November 2015 adalah 222,17 miliar dolar AS, naik dari posisi Oktober 2015 sebesar 221,52 miliar dolar AS. Kondisi ini pun dipertanyakan sejumlah pihak, karena dinilai mengerikan.
Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan utang pemerintah per November itu belum ditambah dengan laporan Bank Dunia yang menyebutkan per tanggal 2 Desember 2015 pemerintah RI telah menerima Rp 510,4 triliun dari penerbitan sekuritas.
“Dan juga 3,89 miliar dolar AS (atau sekitar 53 triliun rupiah) dari pinjaman resmi luar negeri. Dengan demikian utang pemerintah bertambah lagi sebesar Rp 563 Triliun. Data Bank Dunia melaporkan utang pemerintah berdenominasi valuta asing mengalami peningkatan sebesar 80 persen dalam tahun ini,” kata Salamuddin dalam siaran persnya, Selasa (22/12).
Dia pun membandingkan utang yang diterima pemerintah RI pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam setahun terakhir, dengan utang Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Utang pemerintah Jokowi dalam setahun lebih dari jumlah yang diterima SBY dalam 10 tahun pemerintahannya. Selama 10 tahun SBY menerbitkan SBN senilai Rp 496,3 triliun.
Bahkan, tambah Salamuddin, jika dibandingkan masa Presiden RI ke-2 Soeharto, hingga 1997 pemerintah hanya mewariskan utang sebesar 53,8 miliar dolar AS. Namun saat itu Soeharto katanya punya prestasi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jika dikalikan dengan kurs pada tahun 1997, maka utang Pemerintah Soeharto senilai Rp261,2 triliun.
“Sehingga utang Jokowi setahun setara dengan 2 kali utang Soeharto 30 tahun. Ini mengerikan. Pemerintah menumpuk utang itu hanya untuk belanja negara. Padahal rakyat serta industri melemah karena dicekik dengan pajak hingga sekarat. Tapi pemerintah menggenjot utang gila-gilaan. Pak Presiden mau beli apa dengan utang sebanyak ini?” ujarnya bertanya-tanya.
Sementara itu Anggota Komite IV DPD RI, Dewi Sartika Hemeto, mengingatkan bahwa di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 anggaran subsidi untuk rakyat turun drastis sebesar 60 persen dari Rp341,81 triliun pada 2014 jadi 137,82 triliun pada 2015, atau turun Rp 203,99 triliun. Pengurangan itu katanya karena subsidi Premium dihapus.
“Akibatnya, harga Premium menjadi ditetapkan mengikuti harga minyak dunia semenjak 2015. Sebelumnya, Oktober 2014, dengan alasan saat itu harga minyak dunia naik, Pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM dalam negeri. Namun pemerintah tak konsisten, giliran harga minyak dunia anjlok drastis, pemerintah malah tidak menurunkan harga BBM,” sesal Dewi.
Pengurangan subsidi untuk rakyat, kata Dewi, berlanjut ke APBN tahun 2016 ditandai dengan pemangkasan subsidi listrik sebesar Rp23,15 triliun, dari Rp73,15 triliun di APBNP 2015 jadi hanya Rp50 triliun di APBN 2016.
“Akibatnya mulai Januari 2016 subsidi untuk pelanggan 900 KWh dihilangkan, sehingga tarif listrik 900 KWh dipastikan akan naik,” ungkapnya.
Tapi meski subsidi untuk rakyat terus-menerus dipangkas, senator asal Provinsi Gorontalo ini mempertanyakan kenapa utang negara malah justru bertambah terus-menerus. Dihitung dari 2009-2014 total pembayaran bunga utang sudah mencapai Rp622,42 triliun. Kemudian ditambah lagi dengan cicilan pokok dan bunga, saat ini telah mencapai Rp1.107.556 triliun.
“Meski sudah mencabut subsidi buat rakyat, bayar cicilan pokok dan bunga, nyatanya utang pemerintah terus membengkak. Total utang pemerintah pada akhir Juni 2014 sebesar 2.604,93 triliun rupiah naik menjadi 2.864.18 triliun rupiah pada Juni 2015 serta naik terus menjadi 2.911.41 triliun rupiah pada 31 Juli 2015. Sekarang tambah besar,” imbuh dia.(ts/fastnewsindonesia)