Kelemahan yang dihadapi oleh banyak di antara pendakwah atau Dai saat ini, mereka sudah tidak lagi duduk mengaji padahal, seharusnya para Dai itu kembali duduk mengaji, sehingga bisa menghilangkan sifat-sifat riya dan ujub.
"Seharusnya para dai Allah itu merasakan lagi sebagai murid, sehingga akan lebih tumbuh sikap pelayanan, dibandingkan kepemimpinannya, dan menghindari sifat ke’aku’an yang menghasilkan riya dan ujub, " tegas Pemimpin Majelis Az-Zikra Ustadz Muhammad Arifin Ilham dalam acara Silaturahmi Dai se-Jabodetabek menyambut tahun baru Islam 1428H, di Aula Udaya, Graha Elnusa, Jakarta, Rabu(9/1).
Menurutnya, sebagai orang yang dekat dengan Allah, para dai hendaknya senantiasa memperbanyak penghambaan dihadapan Allah, sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW dengan cara berdzikir dan beristighfar. Sebab, istighfar dapat membangkitkan energi dalam berdakwah.
Ia pun berharap agar para dai tetap konsisten dalam menjalankan tugasnya menyampaikan kebenaran tentang Islam, meskipun sudah lanjut usia.
"Gak ada istilah dai yang ngambek dalam berdakwah, gak ada juga istilah hilang dari peredaran, semakin tua harus semakin harum namanya, seperti para pendahulu antaranya Buya Hamka, "ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa MUI Anwar Arifin menyatakan, perbedaan pendapat dikalangan para pendakwah merupakan hal yang pasti ada dan hal yang wajar, hanya saja para dai harus tahu mana yang boleh berbeda dan mana yang tidak, sehingga tidak dicap menyimpang.
Karena itu, lanjut Anwar, meski secara umum dai harus menguasai Islam secara keseluruhan, seharusnya ada spesialisasinya, misalnya bidang akidah, ataupun bidang fiqih.
"Dai juga harus tetap konsekuen dalam menerjemahkan ayat-ayat, jangan dibeda-bedakan, "imbuhnya. (novel)