Eramuslim.com – Kritik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) di Twitter berujung peretasan. Dampak tersebut dinilai sebagai respon yang tidak bijak dan terus berulang dilakukan oleh penguasa.
“Jadi reaksi kekuasaan masih sama, berupaya untuk menghalangi. Padahal buat apa menghalangi Twitter atau sosial media mereka, toh setiap saat mereka bisa ubah strateginya,” ujar pengamat politik, Rocky Gerung dalam wawancara bersama jurnalis senior Hersubeno Arief, di kanal Youtube FNN, Selasa (23/5).
Mantan dosen filsafat UI ini menilai, politik Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari gerakan mahasiswa. Sehingga, kritik yang disampaikan BEM UI mengenai tindak tanduk Jokowi mengendorse capres, adalah sesuatu yang wajar.
“Beberapa watu lalu dianggap gerakan mahasiswa sudah lemah. Saya katakan tidak mungkin, karena ada masa transisi mewariskan gerakan-gerakan mahasiswa, bahkan ke mahasiswa baru,” tuturnya.
Kekinian, Rocky sudah mengendus adanya gerakan anak muda melalui senat-senat kampus di banyak daerah di Indonesia, mengingat iklim politik jelang Pemilu 2024 semakin kencang.
“Itu untuk memanfaatkan momentum. Mereka mengharapkan ada pikiran yang memungkinkan mereka merasa berguna di politik hari ini, bukan berguna untuk dirinya, tapi berguna untuk melakukan perubahan,” kata Rocky.
“Jadi mahasiswa hari ini berpikiran, kalau kritik Jokowi itu gampang saja, seperti satire. Tapi mereka ingin menitipkan atau menguji gagasan mereka itu kepada capres-capres yang beredar itu, baik Anies mapun Ganjar,” sambungnya.
Maka dari itu, Rocky menganggap percuma jika rezim masih menggunakan cara peretasan untuk membungkam kritik yang disampaikan oleh para mahasiswa.
Justru, ia meyakini akan ada gerakan-gerakan dari kelompok-kelompok muda ini untuk menciptakan perubahan dalam politik hari ini.
“Karena ada gerakan ketiga yang bukan gerakan koalisi, gerakan partai politik. Tapi ini gerakan kampus,” demikian Rocky menambahkan.
Sumber: RMOL