“Puncaknya, Minggu (18/7), istri saya kembali drop. Saya langsung bawa ke Rumah Sakit Cantia di Desa Tompaso Baru. Tapi, setelah diobservasi, HB istri saya tinggal 2,4, sehingga langsung dirujuk ke RSUP Prof Kandouw di Manado. Tapi, istri saya meninggal saat dalam perjalanan itu,” kata Michael.
Michael sendiri mengaku merupakan orang yang sangat mendukung kegiatan vaksinasi COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Namun, dirinya mengaku ada penyesalan, karena pemerintah dan pihak-pihak terkait, tidak responsif dan tidak memberikan pemahaman kepada warga, terkait dengan dampak yang bisa terjadi usai vaksin, termasuk tempat konsultasi.
“Saya berharap kejadian yang menimpa istri saya itu tidak terjadi di tempat-tempat lain. Harusnya pemerintah taruh orang atau tenaga yang bisa diajak konsultasi kalau ada gejala seperti yang terjadi pada istri saya. Terus terang, saya bingung mau bertanya di mana, atau pergi ke siapa, ketika istri saya timbul gejala, karena memang tidak ada tenaga yang disiapkan untuk itu. Ini harusnya jadi pembelajaran,” kata Michael kembali.
Sementara, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Sulawesi Utara, mengaku belum mengetahui kasus warga Minsel meninggal usai divaksin. Merry Pasorong, anggota Satgas, mengatakan jika ada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), prosedurnya adalah harus ada laporan yang berisi data yang valid dari lapangan.
“Dalam pelaksanaan vaksinasi, baik Imunisasi Rutin maupun vaksinasi COVID-19, semua bentuk keadaan yang terjadi pascavaksin, prosedur adalah harus ada laporan yang berisi data yang valid dari lapangan,” kata Merry.
Lanjut dikatakan Merry, perlu waktu untuk melakukan investigas jika ada kejadian-kejadian.
“Nanti kemudian ditelaah oleh ahli,” kata Merry kembali. (kumparan)