Nyoman mengaku, saat ini konstruksi vaksin adenovirus masih dalam skala laboratorium. Jika hasilnya baik, ke depan diuji respons imun terhadap hewan. Jika berhasil membentuk antibodi, akan diteruskan ke uji praklinis.
Targetnya, September hasil produksi vaksin berbasis adenovirus skala laboratorium bisa selesai. ”Setelah diuji respons imun, hasilnya bagus. Kemudian, ke depan ingin diteruskan ke uji praklinis tahap I. Itu keinginan Pak Rektor adenovirus juga bisa masuk sampai uji praklinis,” katanya.
Untuk proses produksi skala laboratorium, lanjut dia, tim peneliti Unair masih harus menunggu bahan-bahannya dari luar negeri. Proses mendapatkan bahan untuk produksi tidak mudah dan membutuhkan waktu lama. ”Adenovirus ini sudah masuk ke produksi skala laboratorium. Bisa cepat jika bahannya juga mudah didapatkan. Bahannya sendiri bisa bulanan datangnya,” ujarnya.
Sementara itu, vaksin Merah Putih platform Unair saat ini masuk uji praklinis tahap II. Vaksin tersebut akan disuntikkan ke hewan besar makaka (hewan primata yang memiliki struktur organ menyerupai manusia). Saat ini, Unair bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk pengadaan makaka. ”Proses skrining butuh waktu lama. Sebab, hewan yang disuntikkan vaksin hanya boleh ke makaka yang lolos skrining,” katanya.
Faktanya, dari 40 makaka yang diskrining, hanya beberapa yang lolos. Meski begitu, proses uji praklinis terus berjalan dengan baik. Makaka yang sudah lolos skrining bakal disuntik dan dievaluasi untuk diketahui hasilnya. ”Setelah disuntik vaksin atau imunisasi, kami akan uji tantangkan dengan virus varian baru Delta India,” tegasnya.(jawapos)