Persitiwa rusuh di Monas Jakarta, 1 Juni lalu, sangat menguntungkan pihak-pihak tertentu. Pertama, menguntungkan pihak pemerintah SBY-JK yang tadinya selalu dikecam dan didemo karena menaikkan harga BBM, namun dengan adanya peristiwa Monas, pemerintah lewat jaringan media massa—cetak maupun teve yang dikuasainya—berhasil memalingkan perhatian rakyat Indonesia dari kehidupan yang kian melarat akibat dinaikkannya harga BBM menjadi berpolemik soal pembubaran FPI.
Kedua, peristiwa ini menguntungkan psosisi kelompok sesat Ahmadiyah yang seolah menjadi korban. Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) dan puluhan anggotanya telah dibawa polisi, sejumlah cabang-cabang FPI di beberapa wilayah di Jawa dibubarkan. Namun ahmadiyah yang nyata-nyata kelompok sesat dan merusak Islam masih eksis berdiri. Pimpinan dan jemaatnya tidak ada yang ditangkap.
Ketiga, perkembangan peristiwa Monas di mana antara umat Islam sendiri terjadi saling curiga, terbelah antara yang membela FPI berhadapan dengan yang membela Abdurrahman Wahid. Kedua kelompok tersebut sama-sama mengaku sebagai pembela Islam. Padahal jelas, Durahman adalah sahabat Zionis-Yahudi. Namun lewat pencitraan di media dan juga didukung keawaman para pemujanya, jadilah sosok tersebut sebagai manusia setengah dewa.
Hal ini bagaimana pun menjadi ancaman konflik horisontal antara pembela keberanan dengan pembela Durahman. Dan yang senang tentu kalangan non-muslim dan orang-orang yang KTP-nya Islam tapi ideologinya liberalis.
Agar umat Islam Indonesia tidak terjebak dalam permaianan musuh-musuh allah SWT yang tengah ditabuh, maka sejumlah tokoh Islam kemarin (4/6) berkumpul di Masjid Al-Aqam, Tanah Abang, Jakarta, untuk memusyawarahkan agar sesama umat Islam tidak terpancing konflik antar sesamanya.
Anggota Forum Peduli Umat dan Bangsa (FPUB) yang jugaSekjen Komite Solidaritas untu Palestina (KISPA) Ust. Ferry Noor menyatakan, “Sebagai umat tauhid kita harus bersatu. Jangan mau diadu-domba pihak lain yang akan mengambil keuntungan dari kejadian ini. ‘FPUB menyeru umat merapatkan barisan.”
Sikap Presiden SBY yang dikenal selama ini selalu peragu dalam mengambil sikap, dalam kasus Monas tiba-tiba menjadi gagah, cepat, dan cenderung reaksioner. Hal ini dikritisi oleh Koordinator FPUB, KH Fikri Bareno. ”Saya bangga setelah insiden Monas, Presiden berpidato dengan gagah, menyesalkan kejadian itu. Tapi, mengapa Presiden tak berpidato segagah dan setegas itu dalam hal pembubaran Ahmadiyah?” Apakah ini terkait dengan suara Amerika yang dengan cepat juga mengutuk FPI? Bisa jadi.
Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi sudah mengancam agar warga NU jangan mau ikut-ikutan dalam konflik melawan FPI ini. “Pembubaran FPI berada dalam domain pemerintah! Bukan berada dalam kapasitas aturan NU!, ” tegasnya. Hasyim juga sependapat bahwa Ahmadiyah adalah ajaran sesat dan menyesatkan.
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) KH. Syuhada Bahri dalam rilisnya kemarin menyatakan bahwa terjadinya kasus di Monas itu tidak terlepsa dari keraguan pemerintah SBY dalam mengeluarkan SKB Tiga Menteri soal pelarangan kelompok sesat dan menyesatkan bernama Ahmadiyah.(rz)