Majelis hakim memvonis Umar Patek dengan pidana penjara 20 tahun. “Menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 20 tahun,” kata ketua majelis hakim, Encep Yuliardi, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 21 Juni, 2012. Umar Patek menjadi terdakwa kasus Bom Bali I tahun 2002 serta bom malam Natal tahun 2000. Patek telah ditahan sejak 17 Agustus 2011.
Sebelumnya jaksa menuntut pidana penjara seumur hidup. Majelis hakim menganggap ada beberapa perbuatan yang meringankan Patek. Encep menuturkan Patek secara terbuka menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada para korban dan keluarga korban.
Majelis hakim memutuskan Patek melanggar Pasal 15 juncto Pasal 9 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme. Majelis hakim menyatakan Patek terbukti melakukan pemufakatan jahat dan membantu tindak pidana terorisme, dengan ikut serta dalam kegiatan kelompok Mujahidin. Patek dinyatakan memasukkan senjata api dan amunisi dari Filipina ke Indonesia untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Atas tindakannya yang dianggap memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, Patek yang lahir tanggal 20 Juli 1966 itu pun dinyatakan majelis hakim melanggar Pasal 13 huruf c dari undang-undang yang sama. Patek dinilai menyembunyikan informasi terkait tindak pidana terorisme.
Majelis hakim menyimpulkan Patek terbukti melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Dalam pembelaan di sidang terdahulu, Patek mengatakan tidak setuju dengan rencana peledakan bom di Bali. Ia mengaku melakukannya karena segan dengan Dulmatin, yang dianggapnya banyak berjasa. Namun majelis hakim menjelaskan, faktanya Patek tetap membantu meracik bahan peledak bersama Sawad di rumah kontrakan di Jalan Pulau Menjangan, Denpasar, Bali.
Selain itu, Patek dinyatakan bersalah melanggar Pasal 266 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 serta Pasal 266 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1, karena telah membuat paspor dan identitas lainnya, yaitu akta kelahiran serta KTP dengan identitas palsu. Patek menggunakan paspor tersebut untuk pergi ke Lahore, Pakistan, bersama istrinya, Rukayah. Patek menggunakan nama Anis Alawi Jafar. Sedangkan Rukayah memakai nama Fatimah Zahra.
Patek pun dinyatakan bersalah melanggar Pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Patek dinyatakan terlibat dalam peledakan bom malam Natal tahun 2000 di enam gereja di Jakarta. Keenam gereja tersebut adalah Gereja Santo Yosef (Matraman), Gereja Koinonia (Matraman), Gereja Katedral (Sawah Besar), Gereja Anglikan (Menteng), Gereja Kanisius (Menteng), serta Gereja Oikumene (Halim). Majelis hakim menuturkan Patek terbukti ikut mengayak arang untuk bahan peledak dalam peristiwa tersebut.(fq/tempo)