Umar Abduh: Jangan Stigma Pesantren sebagai Sumber Radikalisme dan Terorisme

Dalam diskusi publik yang diselenggarakan CDCC (CENTRE for DIALOGUE and COOPERATION among CIVILISATIONS) 12 Agustus 2011, pengamat terorisme, Umar Abduh menyangkal tuduhan aparat yang menjadikan pesantren sebagai sumber radikalisme dan terorisme.

Hanya dikarenakan banyak diantara para pelaku pada aksi-aksi terorisme di Indonesia selama ini dilakukan oleh alumni pesantren hal tersebut ternyata semakin memperkuat asumsi mereka yang sentiment terhadap Islam bahwa pesantren telah menjadi breeding ground radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Menggeneralisasi pesantren sebagai inkubator teroris tentu merupakan kesimpulan yang amat berlebihan dan sangat tidak arif. Buktinya, lebih banyak alumnus pesantren yang tidak menjadi teroris. Namun, bagi mereka yg pada dasarnya benci terhadap Islam sangkalan terhadap keterliban itu justru dianggap sebagai apologia, mengingat fakta itu jelas ada.

Pertarungan antara Islam dan Nasionalis Pancasila yang digalang pemerintah sepertinya semakin menemukan bukti adanya upaya sistematis mengarah kepada konflik horizontal yang mengkhawatirkan. Pelibatan dan penggalangan terhadap civil society secara massif yang dilakukan pemerintah tanpa malu-malu dalam menghadapi radikalisme dinilai sebagai bentuk kelicikan pemerintah.

Upaya dan kebijakan pecah belah antara sesama ummat Islam oleh pemerintah seperti ini mengingatkan kita kepada Snouck Horgronye di masa penjajahan Belanda, merusak Islam dan ummat Islam dari dalam. Kita akan maklum jika hal itu yang melakukan adalah manusia penjajah berkebangsaan Belanda. Tetapi jika yang melakukan upaya pecah belah, adu domba antara sesama warga Negara dan sesama agama bahkan antar agama tersebut adalah pemerintah NKRI sendiri, maka nyatalah jika pemerintah NKRI merupakan kepanjangan tangan penjajah Belanda yang kelakuannya lebih buruk dari Belanda.

Terorisme, radikalisme dan fundamentalisme yang dituduhkan pemerintah sebagai kekerasan atas nama agama (baca : Islam) dalam pandangan ummat Islam justru merupakan hasil kebijakan culas, keji dan jahat kaum Nasionalis pancasila dalam bersaing mengisi kemerdekaan dan memenangkan ideology politik.

Setidaknya terdapat 3 akar besar dan 3 akar sedang kecil yang melatari dan sebagai penyebab terjadinya radikalisasi terhadap kalangan Islam dan pesantren yang merupakan pusat dan benteng pertahanan Islam, yakni adanya kebijakan pemerintah NKRI sejak awal mengisi kemerdekaan dalam menghadapi persaingan politik & ideology bangsa dengan dalih membangun karakter nasionalisme bangsa dengan segala konsekuensinya.

3 Akar Besar
1. Adanya penetapan ideology Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan sesuatu yg final sehingga menutup rapat tentang kemungkinan adanya ideology lain untuk boleh ada dan eksist, meski eksistensi ideology lain tersebut merupakan realita, bahkan mayority, ideology tersebut adalah Islam & Sosialis Komunis
2. Adanya penetapan kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan dan penerapan ideology Pancasila atas bangsa yang dilaksanakan secara Top Down, sehingga mengharuskan pemerintah bersikap dan terjebak ke dalam perspective negara dictator dan otoriter .
3. Konsekuensi dari kebijakan system Top Down dalam menghadirkan dan menerapkan ideology pancasila berdampak pada langkah-langkah dan tindakan politis pemerintah, untuk menyalahgunakan kekuasaan, abuse of power yang dilakukan melalui operasi intelijen yang dirancang dalam rangka mengalahkan (provokasi, pembusukan & assassination) terhadap potensi ideology Islam dan yang lain – memenangkan Penguasa.

3 Akar Kecil
1. Kemenangan politis, ideologis dan strategis pemerintah terhadap Komunisme tahun 1965 dan segala dampak aturan yang dibuat selanjutnya di masa orde baru untuk mendukung system Top Down ideology Pancasila menjadi ideology Kekuasaan. Di mana pada era orde baru inilah potensi islam ideologis dirangkul atau digalang untuk dibusukkan melalui operasi intelijen sementara kalangan islam moderat dikungkung melalui partai dan ormas yang pimpinan dan kordinatornya merupakan hasil dropping penguasa.

Dari sini kita melihat bahwa yang namanya problema internal dalam bangsa ini merupakan buah tangan dan ciptaan pemerintah sendiri. Belum puas dan tidak cukup dengan scheenario domestic pemerintah orde baru menggunakan scheenario internasional, yaitu melibatkan kelompok islam ideologis ke dalam konflik agama di dunia internasional seperti Afghanistan, Khasmir, Palestine, Mindanau, Bosnia & Chechnya setelah sebelumnya membuka pintu lebar-lebar masuknya paham islam ideologis dan radikal dari timur tengah, yang hasilnya adalah munculnya kelompok-kelompok Islam ideologis dan radikal.

2. Kebijakan pemerintah era reformasi yang membenturkan antara kalangan pesantren dan atau komunitas muslim awam dengan kalangan Katholik & Protestan di kawasan Poso dan Maluku dengan membiarkan munculnya semangat di kalangan Katholik & Protestan untuk mendirikan Negara Kristen Raya sekaligus membiarkan kalangan Katholik & Protestan melakukan pembantaian massal terhadap kalangan muslim pondok pesantren di Poso dan di Ambon Maluku.

Kebijakan pembiaran pemerintah terhadap konflik dan pemanfaatan moment tersebut untuk meningkatkan eskalasi konflik tersebut melalui fasilitasi peralatan tempur dengan melibatkan para veteran Mujahidin Afghan, Bosnia, Mindanau dan yang lain, meski melalui jual beli. Kesengajaan pihak yang berkompeten bidang keamanan dalam memperjual belikan senjata-senjata organic untuk keperluan di daerah konflik yang jumlahnya mencapai puluhan ribu pucuk dan belum lagi hasil impor dari Mindanau selama konflik Maluku berlangsung.

3. Lemahnya kesadaran ummat Islam terhadap rekayasa pemerintah yang melancarkan sikap dan permusuhan, kebencian ideologis dan segala instrument jebakan politis dan intelijen yg dilakukan secara sistematis menjadikan pemerintah begitu sangat leluasa memainkan peran dan fungsi alat keamanan, media dan birokrasinya untuk memecah belah, memporak porandakan dan menempatkan sebagian kalangan Islam dan Pesantren menjadi pihak yang pantas dan harus dituduh, patut dihukum dan menjadi musuh bersama bangsa.

Padahal jika ummat Islam bermampuan untuk membongkar semua kebijakan jahatnya terhadap ummat Islam yang berwujud abuse of power dan kejahatan-kejahatan politik lainnya bisa dipublikasikan secara meluas dan sistematis, maka pemerintah pasti akan beringsut dengan sendirinya. Lemahnya kemampuan ummat Islam dalam menghadirkan Islam dengan segala budaya dan sistem pengelolaan kekuasaan dengan tanpa harus terjebak dengan provokasi maupun gangguan pemerintah. Hal inilah yg mengakibatkan Pesantren yang merupakan benteng pertahanan terakhir ummat Islam mulai menjadi target sasaran yang akan dihancurkan pemerintah.
Solusi

Pemerintah selaku penanggungjawab penyelenggaraan system Kebangsaan dan Kenegaraan yang selama ini melakukan kebijakan radikalisasi terhadap warga dan bangsanya sendiri yang kemudian memusuhi serta menumpasnya seperti itu, harus sebagai pihak yang pertama dan memulai melakukan kebijakan deradikalisasi, pemerintah harus menghentikan niat dan kinerja buruknya memusuhi warga dan bangsanya sendiri.

Tanggungjawab pemerintah terhadap Islam sebagai agama dan terhadap ummat Islam sebagai warga harus tetap dalam kerangka melayani, melindungi dan bekerjasama dalam membangun serta mengisi kemerdekaan. Pemerintah harus bertanggungjawab dalam mengisi dan menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan membuktikan makna kemerdekaan tersebut dalam bentuk dan wujud kemandirian dan bangsa yang betul-betul berdaulat atas seluruh wilayah tanah, air dan udara Indonesia, tidak bisa didikte, tidak menjadi boneka Negara lain.

Pemerintah harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada ummat Islam untuk menghadirkan Islam dan segala kebaikannya yang rahmatan lil ‘alamin tanpa harus mencampuri dengan keinginan untuk mengarahkan paham serta penjelasan tentang Islam menjadi seperti apa. Islam adalah agama Allah, agama pemilik dan pencipta bumi Indonesia dan seluruh isi serta kekayaannya, Allah juga yang akan menghakimi para ciptaanNya yang bernama bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diamanatkan dan atas rahmatNya tersebut, sudahkah dikelola dengan baik atau malah dirusaknya. mnh/Mzs