Kasus baku tembak Densus 88 dengan tersangka yang diduga “teroris” di Solo masih menyisahkan banyak pertanyaan. Banyak pihak mempertanyakan keabsahan dari aksi baku tembak tersebut.
Indonesian Police Watch (IPW) menyebutkan ada tiga kejanggalan dalam penyergapan terhadap orang-orang yang disebut sebagai teroris oleh Polisi Solo pada 31 Agustus 2012 lalu.
Senada dengan IPW, pengamat intelijen, Umar Abduh juga menyatakan hal yang sama. Diakuinya, awal 2012 lalu ia mendapat informasi akan ada “aksi” di wilayah Jawa Tengah oleh kelompok Filipina. Namun ia menegaskan bahwa aksi-aksi yang terjadi di Solo itu semuanya “by design”, seperti disampaikannya tadi malam (2/9) dalam bincang-bincang singkat dengan Eramuslim.
“Saya yakin itu diseting, menunggangi gerakan kawan-kawan itu, satu (intel) dimasukkan ke dalam untuk memprovokasi,” ujarnya.
Menurut analisa mantan tapol politik era Suharto yang pernah mendekam di penjara 11 tahun ini, bahwa bisa jadi memang rencana-rencana itu ada namun waktu eksekusinya yang melakukan adalah orang lain. “Semua telah dikondisikan,” imbuhnya.
Modus seperti ini menurut Umar Abduh sudah umum dilakukan oleh intelijen sejak zaman dahulu, dengan menyusupkan orang mereka ke kelompok Islam untuk memprovokasi, setelah kelompok Islamnya bereaksi baru dihabisi. Dan kasus Solo pun tidak jauh berbeda dengan apa yang selama ini telah terjadi.
“Bukan teman-teman itu yang melakukan penembakan, yang melakukan penembakan orang lain yang ditembak mati dan ditangkap adalah teman-teman dan bisa jadi dokumen-dokumen terkait hal itu emang ada,” jelas Umar.
Umar Abduh meyakini hampir semua aksi-aksi yang berhubungan dengan kelompok-kelompok Islam di Indonesia adalah hasil setingan pihak intelijen dan hal itu sudah bukan barang baru bagi intelijen dengan menyusup ke kelompok-kelompok Islam. Dan ia juga menyesalkan banyak kelompok Islam tidak belajar dari pengalaman masa lalu terkait masalah ini.(fq)