Para ulama dari berbagai kabupaten dan kota se-Aceh membahas penanganan aliran sesat yang sempat menggemparkan penduduk di provinsi mayoritas muslim itu.
"Beberapa pemikiran telah disampaikan para ulama dalam Rapat Koordinasi Majelis Permusyawaratan Ulama (Rakor MPU) se-Aceh terkait penanganan aliran sesat," kata peserta Rakor MPU Aceh Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Kamis.
Rakor yang menghadirkan pimpinan MPU serta ormas Islam dan ulama dayah (ponpes) itu berlangsung selama dua hari, terhitung sejak 18 Mei 2011 di Banda Aceh.
Para ulama dan umara serta pimpinan ormas Islam ikut memberikan pemikiran dalam Rakor itu terkait upaya menangani serta menangkal agar aliran dan ajaran sesat tidak berkembang di Aceh, kata dia.
"Kita tidak mau ajaran sesat khususnya di Aceh muncul, apalagi sampai berkembang karena itu adalah masalah akidah. Munculnya ajaran sesat seperti komunitas ‘Millata Abraham’ sangat mengusik ketenangan masyarakat," kata dia.
Islam di Aceh beraliran "Ahlussunnah Waljamah" dan tidak boleh yang diluar itu muncul dan berkembang di provinsi berjuluk daerah "Serambi Mekah" ini, ujar Tgk Faisal Ali yang juga Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA).
"Kami mengindikasikan juga adanya aliran sesat lain di Aceh, selain komunitas ‘Millata Abraham’ yang sebagian anggotanya telah disyahadatkan kembali oleh pemerintah dan ulama," kata dia menjelaskan.
Untuk menangani pengikut aliran sesat komunitas "Millata Abraham", Faisal Ali mengimbau perlunya peran aktif seluruh komponen masyarakat, terutama pemerintah guna melakukan pembinaan berkesinambungan agar mereka yang telah kembali ke ajaran Islam sebenarnya, tidak terpengaruh lagi.
Sementara informasi lainya menyebutkan jumlah pengikuti aliran sesat "Millata Abraham" yang terdeksi mencapai 344 orang, dan sebanyak 139 orang di antaranya telah melaporkan diri kepada MPU dan pemerintah serta sudah disyahadatkan kembali.
Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Peraturan gubernur (Pergub) Nomor 9/2011 tentang pelarangan aliran/ajaran sesat berkembang di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut.
"Saya juga akan minta agar Rakor MPU Aceh dapat mengeluarkan rekomendasi tentang nama-nama aliran/ajaran sesat, dengan harapan masyarakat tidak terpengaruh lagi oleh bujukan yang menyesatkan itu," kata Faisal Ali.
Mengkaji LDII
Sebelumnya, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU/MUI) Aceh Tgk Muslim Ibrahim, beberapa minggu ini juga meminta Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa memang alirannya sudah tidak menyimpang lagi.
"Mereka mengatakan kepada saya bahwa LDII sudah paradigma baru. Jadi kita minta buktikanlah paradigma baru itu," katanya di Banda Aceh, Rabu.
Ketua MPU tersebut menyebutkan, jika paradigma baru seperti diungkapkan pengurus LDII itu sudah terbukti maka tidak ada masalah lagi.
"Kalau paradigma baru LDII itu sudah terbukti, seperti tidak beda antara LDII dengan organisasi Islam lainnya, maka sudah tidak ada masalah lagi. Kemudian barulah saya akan kumpulkan ulama se Aceh untuk meninjau ulang fatwa MPU Aceh itu," katanya menjelaskan.
MPU Aceh, katanya telah mengeluarkan fatwa tahun 2004 atau sebelum tsunami dengan menyebutkan LDII dilarang berkembang di Aceh.
"Buktinya oleh LDII dan masyarakat itu sendiri, kalau nanti memang sama dengan ormas Islam lainnya maka untuk apa kita bermusuhan," katanya menambahkan.
MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, pernah merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat.
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Sabang, Tgk. M. Amin Kadmi, dalam rilisnya di serambinews.com juga menilai bahwa MPU Aceh sudah enam tahun yang lalu menyatakan LDII aliran yang sesat, LDII merupakan nama baru dari sebuah aliran sesat yang berawal dari Darul Hadis, Islam Jemaah, LEMKARI dan kemudian berubah menjadi LDII, demikian dinyatakan dalam fatwa MPU Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No 4 Tahun 2004. (pz/wspd/serambi)