Tidak lain karena sensitivitas penyebutan Hizbut Tahrir itu. Artinya, cara yang paling cepat dan ampuh untuk melumpuhkan gerak maju UAS dalam menyatukan kaum muslimin Indonesia adalah menghubungkan beliau dengan HTI. Begitu dikatakan ceramah UAS ditunggani Hizbut Tahrir, akan hancurlah UAS.
Begitulah pikiran Bung Yaqut. Ketua Umum GP Ansor ini kelihatan tak punya cara yang lebih elegan. Jadi, dia pakai saja tuduhan HTI. Akan langsung ada respon cepat dan tegas dari kepolisian. Soalnya, HTI identik dengan khilafah.
Tetapi, apa kira-kira target GP Ansor? Saya hanya bisa menduga, yaitu ormas ini ikut resah melihat ekspansi UAS di kalangan NU sendiri. Ada indikasi bahwa kemampuan Ustad Somad dalam menyadarkan umat untuk berada di jalur persatuan, kemungkinan membuat elit NU merasa terancam desakralisasi. Dikhawatirkan gerbong UAS akan bertambah kuat, sedangkan para penceramah lain merasa tergerus.
Dalam arti, dari hari ke hari, kaum muslimin NU di Pulau Jawa semakin menggemari ceramah UAS. Mudah dicerna, masuk akal, selalu banyak referensi, dan tegas. Barangkali saja, mereka merasa banyak menambah ilmu bersama UAS. Mereka menjadi tersadarkan tentang pesan-pesan ukhuwah, moralitas serta tentang ancaman terhadap masa depan umat.
UAS sendiri adalah orang NU, tetapi cara pandang dan sikap beliau jauh berbeda dengan doktrin “semua OK” yang selama ini menjadi panduan NU. Ustad Somad tidak mau mengkompromikan dalil-dalil al-Quran dan hadist ketika dia membahas aspek-aspek aqidah.
Misalnya, UAS tak pernah canggung menyebut kata “kafir” atau “kufur” ketika harus menyampaikannya secara terbuka dan transparan tentang hubungan antara kaum muslimin dan orang-orang yang tak seaqidah. Baik itu hubungan struktural mau pun hubungan horizontal. Tetapi, UAS selalu menekankan pentingnya menjaga keutuhan NKRI.